EKBIS.CO, YOGYAKARTA -- Kepala Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Riza Noer Arfani menilai bahwa keputusan Amerika Serikat (AS) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang bisa memiliki dampak positif. Hal tersebut untuk mendorong pelaku usaha nasional meningkatkan daya saing produksi di kancah internasional.
"Yang perlu dilakukan adalah membuat ini sebagai 'berkah terselubung' supaya pelaku usaha nasional yang selama ini dininabobokan dengan status mendapat Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika tidak lagi 'tidur' dan siap bersaing," kata Riza di Yogyakarta, Jumat (28/2).
Menurut dia, dengan dihapuskannya Indonesia dari daftar negara berkembang versi AS, otomatis Indonesia tidak lagi mendapat fasilitas pengurangan bea masuk GSP dari negara Paman Sam itu. Kondisi tersebut, menurut dia, memang akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, khususnya produk tekstil dan turunannya yang selama ini mengandalkan pasar AS.
Agar para eksportir nasional tidak terlalu terguncang, untuk jangka pendek, menurut dia, pemerintah perlu memberikan berbagai insentif, mulai dari pemangkasan pajak hingga penyederhanaan perizinan.
Kendati demikian, lanjut Riza, kebijakan perdagangan AS itu juga memiliki dampak positif karena membuat pelaku usaha nasional mulai menyiapkan strategi yang solid serta tidak lagi bergantung pada negara tujuan ekspor. Hal itu, kata dia, sejalan dengan harapan Presiden Joko Widodo agar pengusaha nasional tidak hanya unggul di dalam negeri dan lebih siap menghadapi persaingan secara global.
"Diversifikasi destinasi (ekspor) mungkin bisa juga jadi bagian strategi itu tapi kalau tetap pasar utamanya adalah Amerika ya kita harus siap bersaing dengan Vietnam, Thailand, dan China sekali pun di produk-produk yang memang mengandalkan pasar Amerika," kata dia.
Berpindah sepenuhnya dari pasar AS, menurut dia, tidak bisa serta merta dilakukan karena selama ini pasar di negara Paman Sam cukup bagus menampung aneka produk tekstil dan produk nonmigas lainnya dari Indonesia. "Apalagi mereka juga sudah pulih ekonominya sekarang, di bawah Trump. Ini mengejutkan tapi itu terjadi. Kita tidak bisa serta merta meninggalkan Amerika," kata dia.
Menurut dia, keputusan AS mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang merupakan bagian dari kelanjutan kebijakan Donald Trump yang memilih lebih memperhatikan ekonomi domestik dibandingkan perdagangan internasional.
"Selama ini kita mengandalkan jargon perdagangan bebas. Sementara, itu sekarang sudah ditinggalkan Amerika. Jadi kalau Amerika saja meninggalkan maka Indonesia seharusnya juga bertanya pada diri sendiri, jangan-jangan selama ini (perdagangan bebas) merugikan kita," kata Riza.