EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan gejolak ekonomi akibat virus corona hanya sementara. Setidaknya dampak ini hanya terjadi berakhir pada Maret saja.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan salah satu gejolak ekonomi yang ditimbulkan adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang hanya bersifat sementara.
"Ada perbaikan pada April namun belum tentu pulih. Mei dan seterusnya mulai pulih," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (2/3).
Menurutnya kekhawatiran pelemahan nilai tukar rupiah karena adanya premi risiko di pasar keuangan. Berdasarkan Chicago Board Options Exchange (CBOE ) volatilitas di pasar keuangan saat ini mencapai 40 poin sedangkan sebelum adanya virus corona hanya mencapai 20 poin.
"Juga credit default swap atau CDS Rate Indonesia untuk global bond dari 60 sekarang 97, sehingga ketidakpastian pasar keuangan global, membawa premi risiko pasar keuangan global tinggi," ucapnya.
Akibat hal itu, lanjut dia, saat ini para investor yang bermain di pasar keuangan Indonesia cenderung menarik dananya pada aset-aset yang dianggap aman, semisal emas maupun uang tunai. Tercatat, hingga 27 Februari 2020, aliran modal asing yang keluar Indonesia mencapai Rp 30,8 triliun secara netto.
"Kami yakin pelemahan rupiah temporary karena memang kenaikan premi risiko di global, bukan karena fundamenya. Para investor seluruh dunia mengalami risk out, sehingga mereka lepas dulu dan setelahnya mereka beli lagi," jelasnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat semakin menurun pasca Presiden Joko Widodo mengumumkan positifnya wabah virus Corona masuk ke Indonesia. Di pasar spot, rupiah telah menyentuh Rp 14.400 per dolar AS atau melemah 0,50 persen dibanding penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sementara berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah telah melemah 1,25 persen. Pada hari ini Senin (2/3) nilai tukar rupiah tercatat rata-rata diperdagangkan sebesar Rp 14.413 per dolar AS sedangkan pada Jumat (28/2) pada kisaran Rp 14.234 per dolar AS.
"Mengenai nilai tukar rupiah memang perilaku investor beda-beda, memang awalnya mereka yang tekrena besar di Korea Selatan. Kemudian Thailand dan sejumlah negara lain. Singapura tinggi dan sejumlah negara di Latin Amerika dan lainnya," ucapnya.
Selain itu, Perry juga bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial untuk mengelorakan penggunaan QRIS. Langkah ini dapat mempercepat penetrasi pengggunaan transaksi digital yang nantinya bisa mendukung pertumbuhan ekonomi digital.
"Ini (QRIS) juga memobilisasi pariwisata sehingga bisa mendorong ekonomi lebih lanjut, sehingga dampak dari corona ini terhadap stabilitas ekonomi dan ekonomi kita itu bisa ditangani secara baik," ucapnya.