EKBIS.CO, JAKARTA -- Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk segera menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih sesuai besaran Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang telah diterbitkan Kementan.
Ketua Pusbarindo, Valentino, menjelaskan, dari total RIPH yang telah diterbitkan Kementan 103 ribu ton pada 7 Februari 2020, Kemendag baru menerbitkan SPI sebanyak 25,8 ribu ton pada 26 Februari 2020.
"Diperlukan waktu 19 hari untuk pelaku usaha mendapatkan izin impor. Itu pun jumlahnya selalu tidak seesuai dengan rekomendasi," kata Valentino saat ditemui di Jakarta, Kamis (5/3). Valentino menjelaskan, dari total izin impor itu, hanya satu anggota Pusbarindo yang mendapatkan SPI dengan alokasi 800 ton atau sekitar 3 persen dari total volume dalam SPI.
Padahal, Valentino mengatakan, para importir yang selama ini tergabung dalam Pusbarindo merupakan perusahaan yang patuh dalam melakukan wajib tanam bawang putih di dalam negeri sesuai regulasi pemerintah. Sejauh ini, terdapat 56 perusahaan anggota Pusbarindo dan 25 diantaranya merupakan importir aktif.
"Selama ini, Pusbarindo selalu bersama pemerintah mengatasi gejolak harga. Maka kami memohon agar pemerintah memperhatikan anggota kami," tuturnya.
Ia melanjutkan, akibat lambatnya penerbitan SPI dari Kemendag, alhasil hingga Februari lalu belum terdapat pasokan impor bawang putih yang bisa digunakan untuk melakukan stabilisasi harga. SPI bawang putih sebanyak 25,8 ribu ton kemungkinan baru akan tiba pada akhir Maret atau awal April karena dibutuhkan proses 25-30 hari dalam pengiriman.
Padahal, pada bulan April-Mei mendatang akan memasuki bulan Puasa dan Lebaran sehingga hanya tersisa 50 hari untuk pemerintah mempersiapkan pasokan bawang putih sebelum permintaan melonjak.
Ia pun menuturkan, kebutuhan bawang putih sepanjang Maret-Mei mencapai 160 ribu ton. Sementara, stok yang akan tersedia di dalam negeri hanya berkisar 60 ribu ton, terdiri dari stok saat ini sekitar 30-35 ribu ton serta stok impor yang akan masuk sebanyak 25,8 ribu ton.
"Ada kekurangan 100 ribu ton sehingga kondisinya sudah sangat mendesak karena ini berbahaya kalau tidak diantisipasi," ujarnya.