EKBIS.CO, JAKARTA – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) memprediksi ekonomi global pada tahun ini akan mengalami kontraksi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kondisinya lebih buruk dibandingkan krisis keuangan pada 2008-2009. Tapi, situasi akan kembali membaik pada 2021.
Untuk mencapai titik perbaikan, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, negara-negara harus memprioritaskan penguatan sistem kesehatan. Khususnya dalam mencegah ataupun menangani penyebaran virus corona (Covid-19). "Dampak ekonomi akan parah, tapi semakin cepat virus berhenti, semakin cepat dan kuat pemulihan (ekonomi)," katanya dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (24/3).
Prediksi tersebut disampaikan Georgieva dalam teleconference bersama para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20. Termasuk di antaranya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Dalam kesempatan itu, Georgieva menyebutkan, IMF sangat mendukung langkah fiskal yang sudah dilakukan banyak negara selama ini. Khususnya untuk meningkatkan sistem kesehatan dan melindungi pekerja maupun perusahaan yang terkena dampak.
IMF juga menyambut baik langkah bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneter. Upaya yang disebut Georgieva sebagai langah berani ini tidak hanya untuk kepentingan tiap negara, juga untuk ekonomi global secara keseluruhan. "Bahkan, akan lebih banyak dibutuhkan, terutama di bidang fiskal," ujarnya.
Georgieva mengakui, dampak terhadap manusia dari pandemi Covid-19 sudah sangat beragam, sehingga semua negara harus bekerjasama untuk melindungi masyarakat dan menekan kerusakan ekonomi. Ini menjadi momentum untuk meningkatkan solidaritas seluruh negara.
Dampak lebih besar terutama dirasakan pada negara-negara berkembang. Mereka sangat terpengaruh dengan aliran modal keluar, sementara aktivitas domestik juga sangat terpengaruh dengan perubahan prioritas untuk menangani epidemi.
IMF mencatat, investor telah menarik modal sebesar 83 miliar dolar AS dari pasar negara berkembang sejal awal krisis. Ini menjadi aliran modal keluar terbesar yang pernah dicatat IMF. "Kami khususnya prihatin dengan negara-negara berpenghasilan rendah dalam kesulitan hutang. Ini menjadi suatu masalah yang kami pikirkan bersama Bank Dunia," kata Georgieva.
Dalam mendukung anggotanya, IMF berkomitmen memusatkan pengawasan bilateral dan multilateral pada krisis sekarang dan tindakan kebijakan untuk meredam dampak Covid-19. Salah satunya, meningkatkan potensi pemberian bantuan darurat mengingat hampir 80 negara sudah meminta bantuan kepada IMF sejauh ini.
IMF juga bekerja sama dengan lembaga keuangan internasional lain untuk memberikan tanggapan yang terkoordinasi dengan baik.
Georgieve menyebutkan, IMF sedang mengisi kembali Catasthrope Containment and Relief Trust untuk membantu negara-negara termiskin. "Kami siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman kami senilai 1 triliun dolar AS," ujarnya.
Beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meminta IMF untuk membuat alokasi Special Drawing Right (SDR) seperti yang sudah dilakukan selama krisis keuangan global 2008-2009. Georgieva mengatakan, IMF sedang menjajaki opsi ini dengan sejumlah anggota.
IMF juga akan menjajaki anggota yang dapat membantu memfasilitasi jaringan swap lebih luas, termasuk melalui fasilitas swap-IMF. Berbagai langkah ini dilakukan untuk menghadapi keadaan yang digambarkan Georgieva sebagai situasi luar biasa sekarang.
Situasi itu diantisipasi banyak negara dengan melakukan langkah-langkah yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. IMF pun berjannji akan melakukan hal yang sama. "Mari bersama-sama kita lalui kondisi darurat ini untuk mendukung masyarakat di seluruh dunia," kata Georgieva.