Kamis 09 Apr 2020 05:59 WIB

Utang Luar Negeri RI Capai Rp 6.500 Triliun, Sehatkah?

Utang luar negeri Indonesia didominasi utang pemerintah dan bank sentral.

Rep: Novita Intan/ Red: Elba Damhuri
Utang Luar Negeri RI Capai Rp 6.500 Triliun, Sehatkah?
Foto: Know Your Bank
Utang Luar Negeri RI Capai Rp 6.500 Triliun, Sehatkah?

EKBIS.CO,   JAKARTA -- Utang luar negeri (ULN) Republik Indonesia (RI) pada Januari 2020 tumbuh melambat tipis. Posisi ULN Indonesia pada akhir Januari 2020 tercatat 410,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.500 triliun dengan kurs rupiah per dolar 16 ribu.

Utang ini terdiri atas ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 207,8 miliar dolar AS (setara Rp 3.300 triliun) dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 203,0 miliar dolar AS (Rp 3.200 triliun). Data utang ini berdasarkan penjelasan pers Bank Indonesia (BI) dalam situsnya, www.bi.go.id.

Menurut BI, ULN Indonesia tersebut tumbuh 7,5% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 7,7% (yoy). Perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan ULN swasta.

ULN swasta tumbuh lebih rendah daripada bulan sebelumnya. Pada Januari 2020, ULN swasta tumbuh 5,8% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,5% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh perlambatan ULN lembaga keuangan. 

BI memerinci, secara sektoral utang luar negeri swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dam asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Pangsa ULN pada keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 77,3%.

ULN pemerintah tumbuh sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada akhir Januari 2020 tercatat sebesar 204,9 miliar dolar AS atau tumbuh 9,5% (yoy). 

Perkembangan ULN pemerintah didominasi oleh arus dana investor nonresiden di pasar surat berharga nasional (SBN), termasuk dari penerbitan obligasi global dalam mata uang USD dan euro. Penerbitan obligasi global merupakan bagian dari strategi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang relatif stabil dan persepsi positif yang kuat dari investor pada awal tahun. 

Posisi obligasi global pada bulan Januari 2020 meningkat sebesar 2,7 miliar dolar AS atau tumbuh 8,1% (yoy). Sementara itu, posisi SBN domestik meningkat sebesar 2,4 miliar dolar AS atau tumbuh 21,9% (yoy). 

BI menjelaskan, ULN fokus pada pembiayaan beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mereka adalah sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,5% dari total ULN pemerintah); sektor jasa pendidikan (16,3%); sektor konstruksi (16,2%); sektor jasa keuangan dan asuransi (12,9%); serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,6%).

BI menyatakan struktur ULN Indonesia tetap sehat didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Kondisi tersebut tecermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Januari 2020 sebesar 36,0%, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya. 

Di samping itu, BI menjelaskan, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89,3% dari total ULN. 

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. BI menegaskan peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.

Utang sebesar Rp 6.500 triliun ini belum termasuk tambahan utang-utang baru. Pemerintah berencana akan menerbitkan obligasi global untuk mengatasi dampak wabah virus corona sebesar 4,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 69 triliun.

BACA JUGA: Sejarah Baru Utang Luar Negeri Indonesia

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement