EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyatakan, provinsi yang mengalami defisit beras lebih dari 25 persen mulai berkurang. Dari semula tujuh provinsi mengalami defisit, berkurang menjadi empat provinsi.
"Dari beberapa daerah yang defisit beras, setelah diintervensi, yang tersisa yakni Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Maluku Utara. Ini sudah dikoordinasikan dengan Bulog untuk diselesaikan," kata Syahrul dalam Rapat Kerja Virtual bersama Komisi IV DPR, Senin (4/5).
Sebelumnya, selain empat daerah tersebut, data Kementerian Pertanian mencatat tiga provinsi lain juga mengalami defisit beras lebih dari 25 persen, yakni Maluku, Kalimantan Utara, serta sebagian Papua Barat. Kementerian Pertanian kemudian melakukan intervensi pemenuhan beras melalui Perum Bulog dan para penggilingan padi.
Syahrul menuturkan, pada akhir April 2020, diperkirakan total surplus neraca beras nasional sebanyak 6,35 juta ton. Syahrul menuturkan, dengan neraca yang surplus itu, bagi Kementerian Pertanian yang terpenting adalah menjaga proses distribusi beras ke setiap daerah yang mengalami kekurangan.
"Sebetulnya, tugas utama kita produktivitas, stabilisasi harga adalah tugas Kementerian Perdagangan, penyerapan gabah oleh Bulog. Tapi kalau kita tunggu ini tanpa gerakan, akan ada anomali dan susah dikendalikan," tegasnya.
Ia menjelaskan, adanya pandemi Covid-19 maupun tidak, tidak meratanya distribusi beras hingga ke perdesaan kerap terjadi. Ia mengakui membenahi masalah itu tidak mudah bagi Kementan. Oleh karenanya, pihaknya menggandeng Polri dan TNI untuk membantu pengamanan teknis di lapangan.
Seiring pandemi Covid-19, masalah bertambah di mana harga beras di pasar mengalami kenaikan di tengah musim panen raya. Menurut dia, terdapat ledakan permintaan di pasar yang dipicu dari adanya pembelian beras untuk kegiatan sosial secara besar-besaran.
"Disampaikan oleh BIN (Badan Intelijen Negara) dalam satu, dua minggu terakhir pembelian beras untuk kegiatan sosial kurang lebih 500 ribu ton. Ada kejutan-kejutan yang sangat anomali dan sulit diperkirakan. Ini menjadi tantangan tapi kita harus mengatakan siap," ujarnya.