EKBIS.CO, JAKARTA -- Sejumlah bank syariah berupaya untuk tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19 dengan beragam cara. Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Achmad Kusna Permana menyampaikan kondisi yang dihadapi mengharuskan industri untuk bergerak dengan cara tak biasa.
"Bank syariah saat ini dalam kondisi survival mode," katanya dalam Seminar Nasional Online Asbisindo dan Muamalat Institute, Senin (4/5).
Permana menyampaikan ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku industri di lapangan. Pertama, terjadinya pemburukan nasabah yang selama ini baik-baik saja. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), katanya, sudah memfasilitasi dengan POJK No 11 yang bisa fasilitasi restrukturisasi.
Kedua, nasabah yang sebelumnya bermasalah bertambah parah setelah menghadapi Covid-19. Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah bagi pelaku industri yang punya porsi nasabah NPF tinggi. Ketiga, masalah likuiditas yang bisa terjadi kapan saja dan harus langsung diatasi saat itu juga.
"Masalah likuiditas bisa setiap saat jadi masalah, ketika muncul kita tidak ada waktu harus segera diselesaikan," katanya.
Selanjutnya, akan terjadi tekanan pasar karena likuiditas. Permana mengatakan, kekurangan likuiditas akan menghantam bank dengan aset kecil seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Bank Buku I dan Buku II.
Sementara bank Buku III dan Buku IV akan menikmati kelebihan likuiditas karena tekanan pasar. Permana menyampaikan Asbisindo akan menjajaki kebijakan yang bisa jadi bantuan untuk pemerataan likuiditas tersebut.
"Ini yang akan kita antisipasi, untuk bantuan likuiditas," katanya.
Permana menyebut Perbanas sudah menginisiasi terkait bantuan likuiditas bagi perbankan untuk bank yang terkena masalah karena Covid-19. Terkait teknisnya masih dalam pembahasan.
Bank syariah diminta bisa tetap menjaga Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai upaya untuk bisa mempertahankan margin dan bagi hasil. Survival mode ini bisa bertahan sampai bulan Juli-Agustus 2020.
Bank Muamalat yang dipimpin Permana melakukan strategi survival mode ini untuk bertahan sejak Bank Muamalat mengalami masalah permodalan. Sudah tidak ada lagi ekspansi, dan sangat selektif terhadap nasabah.
"Mana nasabah yang kita yakini aman, masih kita kasih kelonggaran," katanya.
Kelonggaran kebijakan yang diberikan otoritas, baik OJK maupun Bank Indonesia terkait POJK juga relaksasi RIM, GMW, PLM juga dinilainya sangat membantu. Ia menyebut jumlah likuiditas yang bisa ditambah karena kebijakan tersebut sangat signifikan untuk kondisi saat ini.
Kemudian, tekanan kali ini telah menjadi wake up call bagi industri untuk investasi lebih pada teknologi. Permana mengatakan teknologi akan jadi basis bisnis di masa depan. Bank tidak bisa memilih jalan tradisional melainkan harus terjun ke digital.
"Muamalat juga akhirnya kita mau tidak mau harus investasi di teknologi, melalui mobile banking," katanya.
Ia menyebut transaksi tradisional terus menurun hingga jadi sekitar 20 persen. Sisanya adalah transaksi melalui electronic channel juga mobile banking. Ini yang harus dilakukan untuk memberi kenyamanan pada nasabah.