EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi para petani tebu di Indonesia. Pasalnya, pemerintah bersikukuh untuk tetap mempertahankan harga acuan gula sesuai aturan yang masih berlaku.
Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas, Rabu (13/5) kembali menyinggung harga gula di tingkat konsumen yang masih dihargai Rp 17.000-Rp 17.500 per kg.
Presiden pun meminta agar jajarannya mengecek kembali ketersediaan stok gula di dalam negeri dan memastikan kecukupannya agar kembali turun sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal APTRI, Nur Khabsyin, mengatakan, patokan harga gula semestinya ada penyesuaian. Bagi petani, kepentingan APTRI adalah kenaikan acuan dari saat ini sebesar Rp 9.100 menjadi Rp 14.000 per kilogram (kg).
"Biaya produksi sudah Rp 12.000 per kg, itu mutlak harus dipenuhi. Kalau HET di konsumen masih Rp 12.500 itu jaman dulu," kata Khabsyin kepada Republika.co.id, Rabu (13/5).
Ia mengatakan, pada dasarnya, pemerintah ingin berapapun harga gula di tingkat konsumen, tak menjadi masalah bagi petani. Asalkan, harga gula yang dijual oleh petani bisa disesuaikan. Sebab, harga acuan yang berlaku saat ini sudah tidak diperbarui selama empat tahun terakhir.
Pihaknya pun mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan petani gula. Ia meminta agar pemerintah tak melulu sebatas memperhatikan konsumen di pasar, sementara petani yang membudidayakan tebu selama setahun penuh diabaikan.
"Kalau pemerintah mau harga gula tidak berubah, itu namanya petani yang mensubsidi konsumen, bukan pemerintah," tegasnya.
Khabsyin pun menegaskan, aspirasi APTRI agar pemerintah menaikkan harga gula berdasarkan penghitungan riil di lapangan. Ia pun mempersilakan pemerintah untuk melibatkan tim independen untuk melakukan survei biaya pokok produksi gula dalam negeri agar diketahui harga gula ideal yang sebenarnya.