EKBIS.CO, JAKARTA -- Perum Bulog mulai menggelar operasi pasar gula melalui pasar tradisional. Mekanisme operasi pasar dengan menggelontorkan stok gula langsung ke pedagang dengan harga dibawah harga eceran tertinggi (HET). Pedagang diminta untuk tidak menjual gula melebihi dari HET yang ditetapkan pemerintah.
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, mengatakan, Bulog menyuplai gula ke pedagang seharga Rp 11.000 per kilogram (kg). Dengan HET Rp 12.500 per kg, maka pedagang bisa mendapatan keuntungan Rp 1.500 per kg dari penjualan.
"Kami optimistis harga gula bisa kembali ke HET. Setiap pedagang kita mintakan surat pernyataan menjual maksimal seharga HET. Jika ada yang melanggar, kita akan laporkan ke Satgas Pangan," kata Buwas, sapaan akrabnya, di Jakarta, Jumat (15/5).
Stok gula yang digunakan dalam operasi pasar merupakan gula kristal putih (GKP) impor dari India yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, pekan lalu. Dari total kuota impor 50 ribu ton, sebanyak 22.000 ton telah masuk dan mulai disebarkan ke seluruh Indonesia.
Buwas mengatakan, Bulog sebetulnya masih bisa menekan harga lebih murah ke pedagang hingga di bawah Rp 11.000 per kg. Namun, Bulog harus menerapkan sistem subsidi silang wilayah Indonesia Timur agar harga hingga di tingkat konsumen tetap sesuai HET.
Ia menjelaskan, ke Papua misalnya, harga ideal gula di tingkat konsumen sebesar Rp 13.500 per kg karena terdapat tambahan biaya pengiriman Rp 1.000 per kg. Oleh karena itu, harga jual ke pedagang di wilayah Indonesia Timur mesti lebih ditekan agar harga jual tingkat akhir sesuai HET tercapai.
"Itu sebabnya di sini (Indonesia Barat) kita pasang harga Rp 11.000 per kg ke pedagang. Memang untungnya tidak besar, karena ini sedang Ramadhan orang semua butuh gula," katanya.
Adapun soal tingginya harga gula di pasar tradisional, Buwas menuturkan rata-rata harga gula yang diterima pedagang sudah Rp 16.000 per kg. Itu sebabnya, rata-rata harga yang diterima konsumen sekitar Rp 17.000 per kg bahkan lebih. Di satu sisi, ia menilai persediaan stok dalam negeri juga tengah menipis sehingga memicu kelangkaan.
"Bulan depan pasti gula mulai banyak bahkan banjir, karena sudah mulai giling gula tebu juga ada gula rafinasi yang dikonversi menjadi gula konsumsi," ujarnya.