Jumat 15 May 2020 14:07 WIB

Nielsen: Tren Konsumsi Lebaran di Tengah Pandemi

Nielsen: Tren Konsumsi Lebaran di Tengah Pandemi

Rep: Arie Liliyah (swa.co.id)/ Red: Arie Liliyah (swa.co.id)
Nielsen: Tren Konsumsi Lebaran di Tengah Pandemi
Nielsen: Tren Konsumsi Lebaran di Tengah Pandemi

Sejak pertengahan April, Indonesia telah memasuki tahap “Restricted living” dalam masa pandemi COVID-19 dengan diterapkannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini tak dapat dihindari berdampak pada perubahan yang cukup besar dalam tradisi dan pola perilaku konsumen dalam menyambut Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga para pelaku industri perlu menciptakan kembali suasana perayaan besar tahunan ini dengan cara yang berbeda untuk dapat meraih pertumbuhan yang positif. Demikian menurut Nielsen dalam studi terbarunya mengenai Ramadhan dan Idul Fitri dalam masa 'restricted living’.

Setiap tahun di Indonesia ada beberapa tradisi yang dijalankan oleh masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri seperti menyelenggarakan buka puasa bersama dan acara sosial dengan membagikan paket sembako, juga mengirimkan bingkisan hari raya kepada kerabat dan relasi bisnis. Selain itu tradisi mudik, liburan ke luar kota dan berkumpul dengan kerabat di rumah yang populer dengan istilah “open house”. Tahun ini pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan yang sangat signifikan terhadap tradisi-tradisi tersebut dan berimbas pada pola konsumsi barang FMCG.

Tahun 2019 pertumbuhan produk-produk yang termasuk dalam kategori festive seperti sirup, margarin dan minuman ringan bersoda bisa mencapai 300%. Namun tahun ini pertumbuhan produk kategori festive tersebut berada dalam tingkat yang serupa dengan pertumbuhan produk-produk yang terkait dengan COVID-19 seperti vitamin dan tisu basah yang hanya mencapai di atas 20%, bahkan di bawah sabun cuci tangan cair yang pertumbuhannya mencapai di atas 100%.

Adanya larangan pemerintah untuk mudik juga akan berdampak terhadap pertumbuhan beberapa kategori seperti produk untuk perjalanan (Travel Essentials), perawatan diri dan kategori impuls. Sementara itu peritel modern di kota-kota kecil harus bergantung pada penduduk setempat, d imana penjualan di toko-toko modern akan turun dibandingkan dengan tahun 2018 dan 2019 karena tahun ini tidak ada pemudik dari kota-kota besar yang mampir berbelanja.

Kondisi-kondisi tersebut di atas telah menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap pola tradisi masyarakat. Buka puasa bersama teman dan kerabat di restoran telah digantikan oleh makan bersama keluarga inti dengan menghidangkan makanan yang dimasak sendiri di rumah. Tidak ada “open house” atau kumpul keluarga besar sehingga relevansi produk-produk kecantikan dan fesyen menjadi berkurang. Bahkan tahun ini ada ketidakpastian mengenai Tunjangan Hari Raya bagi sebagian orang, yang menyebabkan konsumen akan lebih memprioritaskan kebutuhan dasar mereka dalam berbelanja.

Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan bagi pemilik merek dan peritel, namun sekaligus juga membuka peluang baru. Indrasena Patmawidjaja (Dede), Managing Director Nielsen Connect Indonesia, memaparkan, ada tiga hal yang harus dilihat sebagai peluang peluang oleh para pemilik merek dan peritel.

Pertama, masa sekarang ini adalah waktu yang baik untuk terus mendekatkan diri (engage) dengan konsumen. Ciptakan suasana yang positif dan kegembiraan perayaan Idul Fitri melalui iklan di TV, misalnya. Ingatkan konsumen bahwa meskipun berlebaran di rumah dan hanya berkomunikasi dengan keluarga melalu media online, penampilan yang baik dan rapi tetap penting. Kemudian, siapkan platform online untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan pelayanan yang cepat.

Kedua, bangun kepercayaan (Trust) konsumen. Perlihatkan empati dalam masa sulit ini, buatlah paket-paket barang dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan layanan pengiriman dan penjemputan untuk memudahkan konsumen. Peritel juga bisa membuat paket bingkisan Ramadhan yang isinya tidak hanya produk dari kategori makanan dan minuman, tetapi juga produk-produk dari kategori Kecantikan dan perawatan diri, atau kategori-kategori yang terkait dengan COVID-19 seperti sabun cuci tangan cair atau pembersih tangan. Cara lainnya adalah dengan berkolaborasi dengan badan amal untuk membagikan paket sembako. Dede meyakini bahwa kedua hal tersebut akan dapat menciptakan kembali kegembiraan Ramadhan dan Idul Fitri bagi konsumen.

Ketiga, kreatifitas. Pemilik merek dan peritel dapat mendukung tradisi saling berbagi dengan memastikan ketersediaan stok barang dan menyediakan jasa pengepakan. Produsen FMCG khususnya untuk kategori makanan dan minuman bisa mengajak konsumen berlomba menunjukkan kreatifitas mereka dengan mengadakan lomba masak virtual, atau perusahaan telekomunikasi menyediakan paket khusus bagi keluarga yang akan bersilaturahmi secara online di Hari Raya Idul Fitri.

“Masa pandemi COVID-19 ini merupakan masa yang sulit, namun bahkan di masa yang paling sulit sekalipun selalu ada peluang. Kami yakin bahwa bila para pemilik merek dan peritel bisa mewujudkan tiga hal tersebut, yaitu engage, trust dan creativity, maka mereka akan dapat memenangkan hati konsumen dan meraih peluang untuk pertumbuhan bisnis yang positif untuk Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini.” ujar Dede

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement