Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Pandemi Covid-19 mengubah perilaku masyarakat Indonesia menjadi pengguna aktif internet. Namun, hal tersebut tidak seimbang dengan pengetahuan mengenai cara beraktivitas daring dengan aman.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan penggunaan internet menunjukkan peningkatan hingga 40%, dan akses yang biasanya didominasi dari kawasan perkantoran kini didominasi dari kawasan pemukiman.
Sementara CfDS UGM mencatat kejahatan siber termasuk penipuan rekayasa sosial juga meningkat, terutama menyasar pembelanjaan barang medis dan kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga: Waspada! Hacker Gunakan Link Zoom, Google Meet, dan Microsoft Teams Palsu
"Pengetahuan yang minim mengenai keamanan daring, memperbesar potensi kejahatan penipuan berteknik memanipulasi psikologis (magis). Teknik ini sifatnya sederhana, tidak perlu meretas sistem, namun dampaknya luar biasa. Kami mengamati selama masa pandemi penipuan jenis ini tetap ada dan cenderung meningkat," ujar Adjunct Researcher CfDS, Tony Seno Hartono dalam video conference, Kamis (28/5/2020).
Teknik manipulasi psikologis, kata Tony, merupakan teknik lama yang menyasar pengguna yang kurang waspada dalam bertransaksi daring dan memancing korban untuk memberikan informasi pribadi, seperti nomor rekening, nomor kartu ATM bahkan bisa sampai password dan nama ibu kandung. Umumnya pelaku menggunakan iming-iming atau mengatasnamakan lembaga resmi.
"Sekarang mereka biasanya mengatasnamakan aplikasi tertentu atau lembaga tertentu. Kalau dulu modusnya, mama minta pulsa atau saudara sedang sakit," pungkasnya.