Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Menyambut tatanan new normal, fintech berbasis peer-to-peer (P2P) lending Akseleran menyiapkan sejumlah strategi untuk memitigasi risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di tengah kembali menggeliatnya para pelaku usaha yang membutuhkan pinjaman sekaligus mendukung kebangkitan perekonomian nasional.
Meski masih dibayangi oleh penyebaran pandemi Covid-19, tercatat selama lima bulan terakhir di 2020, Akseleran berhasil menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp300 miliar atau naik 5% dibandingkan periode yang sama di Mei 2019.
Christopher Gultom, CCO & Co-Founder Akseleran, mengatakan Akseleran masih berfokus pada sektor seputar konstruksi, pertambangan minyak dan gas, logistik, dan trading.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Lender Akseleran Berbondong-bondong Guyurkan Dana
Menurutnya, Akseleran tetap berkomitmen untuk menyalurkan pinjaman usaha kepada setiap pelaku usaha yang mengajukan pinjaman (borrower) yang layak memeroleh pinjaman sekaligus mendukung mereka di saat situasi sulit seperti sekarang.
"Meski demikian, kami selalu memberikan kenyamanan kepada para pemberi pinjaman (lender) Akseleran, terutama dalam masa pandemi seperti ini. Setiap lender cenderung akan lebih konservatif dalam menyalurkan pinjaman. Maka dari itu, penting buat kami untuk melakukan sejumlah strategi dalam memitigasi risiko terjadinya NPL," ujar Christopher di Jakarta (3/6/2020).
Christopher menjelaskan, setidaknya ada tiga strategi yang diberlakukan Akseleran. Pertama, katanya, Akseleran mengetatkan penilaian kredit terhadap calon borrower, termasuk menilai menyeluruh dampak Covid-19 pada bisnis mereka. Kedua, memantau portofolio yang berkelanjutan, dan ketiga menerapkan asuransi kredit yang berkelanjutan.
Dari situ, dia mengaku, tetap optimistis tingkat NPL Akseleran tetap terjaga di bawah 1% hingga akhir 2020. Christopher mengungkapkan, hingga akhir Mei 2020, tingkat NPL Akseleran terjaga stabil dengan angka 0,67% dari total penyaluran pinjaman usaha atau turun sebesar 0,03% dibandingkan NPL pada akhir April 2020.
"Khusus selama pandemi Covid-19, kami meningkatkan credit underwriting standard lagi, kami memilih membiayai invoice financing dibandingkan receivable financing, meskipun bukan berarti receivable financing tidak bisa. Harapannya, risiko kredit jadi lebih kecil sehingga dalam dua bulan terakhir outstanding dan penyaluran invoice financing lebih besar daripada PO financing. Artinya mitigasi risiko yang baru tersebut terimplementasi dengan baik," terangnya.
Dia mengharapkan, memasuki fase new normal di Juni, akan ada peningkatan penyaluran pinjaman yang signifikan.
"Kami berharap ada kenaikan penyaluran pinjaman usaha sekitar 35% pada Juni yang akan belanjut sampai akhir tahun dengan harapan lain agar tidak ada gelombang kedua dari pandemi Covid-19," pungkasnya.