EKBIS.CO, BOGOR -- Dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi dirasakan cukup masif sebagai akibat dari pembatasan pergerakan masyarakat baik internasional, nasional maupun lokal. Untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi dan pangan di Indonesia, IPB University -- melalui tim yang diketuai Dr Widyastutik dengan anggota R Dikky Indrawan, PhD, Dr Heti Mulyati, dan Syarifah Amaliah, MAppEc -- melakukan kajian dengan menggunakan pendekatan recursive dynamic Computable General Equilibrium (CGE).
Hasil kajian tersebut disampaikan melalui acara webinar The 13th IPB Strategic Talk yang diselenggarakan oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS), IPB University, Jumat (5/6). Pemaparan hasil kajian ditanggapi oleh dua orang ahli sebagai pembahas yaitu Prof Dr Hermanto Siregar dan Prof Dr Bustanul Arifin.
Acara juga menghadirkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai keynote speaker, serta dibuka dengan sambutan oleh Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB University, Prof Dr Nunung Nuryartono.
Presentasi Tim Peneliti yang diwakili oleh Dr Widyastutik menyampaikan empat skenario yang dikaji dalam model CGE ini. “Yaitu, skenario berat, skenario sangat berat, skenario sangat berat dengan dampak pesimis dari pemberian stimulus ekonomi, dan skenario sangat berat dengan dampak optimis dari pemberian stimulus ekonomi,” kata Widyastutik dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Simulasi menangkap guncangan dari sisi penawaran dan permintaan yang mencakup penurunan produktivitas sektor pertanian, manufaktur dan jasa, risiko jika terjadi fenomena iklim ekstrim seperti El Nino, guncangan permintaan ekspor, stimulus jaringan pengaman sosial, transfer payment serta fenomena migrasi kota ke desa. “Keempat skenario tersebut memprediksi dampak terhadap ekonomi melalui indikator makro, indikator sektoral, sektor pertanian, distribusi pendapatan rumah tangga dan dampak pada wilayah produsen dan konsumen pangan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, hasil simulasi dari keempat skenario tersebut menunjukkan kemungkinan penurunan ekonomi yang cukup berat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Stimulus ekonomi berupa bantuan sosial (bansos) khususnya untuk masyarakat di pedesaan diperlukan dalam jangka pendek untuk menahan kemungkinan penurunan ekonomi makro, sektoral dan dampak terhadap rumah tangga.
Ia menambahkan, stimulus ekonomi di pedesaan sangat diperlukan untuk menyelamatkan sektor yang bergerak khususnya pangan. Sektor pangan selain memenuhi kebutuhan akhir (final demand) bagi rumah tangga juga menjadi input bagi sektor lainnya dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang makanan olahan.
Urgensi kebijakan untuk memprioritaskan logistik pangan (lebih dari 70 persen) sangat diperlukan. Jaminan ketersediaan input pertanian seperti pupuk, obat-obatan dan sarana prasarana pertanian juga sangat diperlukan untuk menjamin operasional sektor pertanian.
Kebijakan bansos, relaksasi kredit, subsidi bunga kredit untuk input di sektor pertanian menjadi salah satu pilihan kebijakan bagi pemerintah. “Inovasi dalam produksi pertanian berbasis digital merupakan alternatif pilihan ketika diterapkan physical distancing seperti green house maupun open field,” ujarnya.
Pada sektor peternakan dan perikanan, kebijakan yang dapat dilakukan adalah bantuan pakan ternak, alat tangkap dan sarana dan prasarana perikanan. Inovasi berbasis digital juga dapat dilakukan dalam pemasaran baik untuk sektor pertanian maupun UMKM olahan makanan lainnya. “Selain itu sektor tanaman pangan ini juga menjadi basis bagi penyerapan tenaga kerja,” tuturnya.
Ia menjelaskan, hal yang sama juga dialami berbagai sektor pertanian lainnya seperti peternakan dan perikanan. Optimalisasi kartu pra pekerja menjadi mitigasi terhadap penurunan konsumsi dan pendapatan rumah tangga di pedesaan maupun perkotaan. Alternatif kebijakan lain adalah kebijakan jaringan pengaman sosial dan pengalihan peruntukan dana desa. Dana desa dapat menjadi program padat karya berlandaskan prinsip transparan dan akuntabel.
“Tanpa adanya stimulus ekonomi, terlihat bahwa wilayah-wilayah sentra dan non-sentra produksi pangan menunjukkan dampak penurunan yang cukup besar. Stimulus ekonomi mampu menahan laju dampak penurunan terhadap produksi pangan,” papar Widyastutik.
Mengenai ketersediaan stok pangan, Prof. Bustanul Arifin mengatakan, “Stok beras kita pada bulan Juni 2020 sudah mulai menipis yakni 1,5 juta ton. Diperkirakan hingga bulan Agustus stok beras akan menggerus di masyarakat, selanjutnya titik kritis akan terjadi pada bulan November 2020-Januari 2021.”
Dalam upaya menjaga ketersediaan stok pangan hingga Februari 2021, Prof Hermanto Siregar menyarankan agar memanfaatkan semua potensi yang ada di antaranya memanfaatkan lahan pekarangan rumah, lahan pasang surut dan lahan tidak produktif. Selanjutnya memberikan stimulus yang lebih jelas dan efektif yakni memberikan benih dan pupuk bagi petani.
“Skenario yang dapat dilakukan untuk menyerap tenaga kerja adalah menumbuhkan sektor pertanian di desa dengan menggunakan inovasi dan teknologi padat karya, melakukan pengolahan dan prosesing untuk menambah nilai tambah di setiap komoditas. Terdapat banyak sektor yang dapat dijadikan tumpuan untuk menghidupkan sektor lainnya,“ kata Prof Hermanto.
Dalam hal perbaikan logistik pangan di kondisi Covid-19, Dr Heti Mulyati mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu logistik yang kaitannya dengan business as usual dan logistik yang kaitannya dengan kemanusiaan (humanitarian logistics) yaitu khusus menangani masyarakat yang rentan. “Logistik secara bisnis ada hal-hal yang perlu kita siapkan dari sisi transportasi, distribusi, dan inventory serta cold chain, “ jelasnya.
Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria menyatakan pada prinsipnya IPB University terus mendorong agar kebijakan yang ada di Indonesia baik kebijakan stimulus, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB), relaksasi apapun harus berbasis pada saintifik. Hal itu agar kebijakan yang diambil lebih akurat, tepat dan efektif sekaligus memberikan solusi. Science-based policy sudah menjadi keniscayaan.
“Hasil-hasil riset di atas menyebutkan efektivitas stimulus ekonomi akan menjadi kunci sejauh mana Indonesia akan pulih atau tidak dari krisis ini. Berkat kolaborasi dari kita semua perguruan tinggi, pemerintah dan para pengusaha akan terwujud pemulihan. Dan lebih penting lagi kita harus menyelamatkan desa sebagai Last Resort dan sebagai tumpuan hidup masyarakat Indonesia,“ jelas Prof Arif Satria.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam acara Strategic Talk ini mengatakan bahwa besarnya dampak ekonomi membutuhkan langkah antisipasi yang besar dan cepat. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani dampak Covid-19 yaitu kebijakan stimulus diberikan untuk mengurangi dampak ekonomi terutama pada kelompok rentan dan dunia usaha supaya tidak sampai pada kebangkrutan dan agar kehilangan kesejahteraan yang dirasakan masyarakat tidak melebihi batas toleransi.
Suharso menyebutkan, ada empat tahap respons kebijakan menghadapi Covid-19 yaitu penguatan fasilitas kesehatan, melindungi kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, mengurangi tekanan sektor keuangan dan program pemulihan ekonomi pasca pandemi. “Arah kebijakan pasca Pendemi Covid-19 diantaranya revitalisasi sistem pangan, pemenuhan kebutuhan pasar dan pemulihan lapangan kerja di sektor pertanian dan perikanan,” paparnya.