EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik mengalami kontraksi 0,5 persen sepanjang 2020. Berdasarkan laporan berjudul Global Economic Prospects: East Asia and Pacific yang dirilis Senin (8/6), angka ini menjadi tingkat pertumbuhan terendah sejak 1967, menandakan gangguan yang diakibatkan pandemi Covid-19.
Ekonomi terbesar dunia, China, diprediksi mengalami pertumbuhan melambat satu persen pada tahun ini. Namun, ekonomi mereka akan rebound menjadi 6,9 persen pada 2021, seiring pemulihan aktivitas secara bertahap di sana dan kebijakan lockdown mulai diangkat di beberapa negara.
Dalam laporannya, Bank Dunia menekankan, ekonomi regional Asia Timur dan Pasifik telah dipengaruhi pandemi melalui faktor domestik maupun eksternal. Kebijakan lockdown yang mahal secara ekonomis, tetapi dibutuhkan, mengakibatkan kontraksi tajam dalam kegiatan ekonomi.
Pengetatan secara tiba-tiba terhadap kondisi keuangan global telah menyebabkan aliran modal keluar cukup besar dari banyak negara di kawasan. Regional eksportir komoditas juga harus menghadapi penurunan harga komoditas.
Laporan Bank Dunia berdasarkan asumsi bahwa China dan negara-negara besar lainnya di Asia Timur dan Pasifik mampu menghindari gelombang kedua pandemi. Asumsinya, perlambatan parah di China terjadi pada kuartal pertama dan seluruh wilayah pada semester pertama, diikuti dengan pemulihan secara bertahap serta berkelanjutan.
Di China, berbagai langkah ketat menyebabkan penghentian aktivitas yang hampir lengkap di beberapa sektor dan wilayah pada Februari. Aktivtias mulai pulih pada Maret seiring relaksasi lockdown dan produksi industri telah membaik pada April dengan penjualan kendaraaan mulai membukukan keuntungan.
Dengan mengecualikan China, aktivitas ekonomi Asia Timur dan Pasifik diprediksi kontraksi sebesar 1,2 persen pada tahun ini. Ekonomi akan kembali rebound hingga 5,4 persen pada 2021.
Di antara ekonomi utama di wilayah Asia Timur dan Pasifik, Malaysia, Filipina, dan Thailand diperkirakan akan mengalami kontraksi terdalam tahun ini. Sementara Malaysia tumbuh negatif 3,1 persen, Filipina dan Thailand masing-masing tumbuh negatif 1,9 persen dan lima persen.
Kebijakan shutdown domestik, pengurangan aktivitas pariwisata, gangguan terhadap perdagangan dan manufaktur, hingga spillover dari pasar keuangan terjadi di negara-negara tersebut.
Sementara itu, aktivtias Indonesia diperkirakan konstan tumbuh nol persen pada 2020. Di samping itu, Vietnam diprediksi melambat menjadi 2,8 persen. Meski tidak kontraksi, tingkat pertumbuhan kedua negara ini 5,1 poin persentase dan 3,7 poin persentase lebih rendah dari perkiraan Bank Dunia pada Januari.
Kegiatan ekonomi diperkirakan akan menyusut secara signifikan atau moderat secara substansial untuk negara berbasis pariwisata yang memiliki ruang fiskal terbatas dalam mengatasi dampak pandemi. Di antaranya adalah Kamboja (minus 1 persen) dan Fiji (minus 4,3 persen) dan Kepulauan Pasifik lain. perkiraan kontraksi di negara-negara ini diasosiakan dengan ketergantungan mereka terhadap pariwisata, remitansi, dan ekspor komoditas.