Jumat 12 Jun 2020 14:36 WIB

Startup Marketplace UMKM Ula Kantongi Pendanaan Tahap Awal

Kontribusi UMKM dan ritel tradisional hampir mencapai 80 persen.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Startup Marketplace UMKM Ula Kantongi Pendanaan Tahap Awal. (FOTO: Ula)
Startup Marketplace UMKM Ula Kantongi Pendanaan Tahap Awal. (FOTO: Ula)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Ula, sebuah aplikasi marketplace yang memanfaatkan teknologi untuk memudahkan sistem distribusi dan kredit bagi UMKM telah mendapatkan pendanaan tahap awal sebesar Rp 148 miliar (US$10.5M) dari Sequoia India dan Lightspeed India. SMDV, Quona Capital, Saison Capital dan Alter Global juga turut berpartisipasi beserta beberapa angel investor terkemuka lainnya.

Didirikan pada Januari 2020 dan berbasis di Jakarta, Indonesia, Ula merupakan e-commerce marketplace B2B multi kategori yang menggabungkan teknologi, kemampuan, dan peralatan ritel modern dengan struktur biaya yang rendah dari UMKM untuk memberikan pilihan produk dan harga yang lebih terjangkau, serta modal usaha kepada pemilik UMKM untuk meningkatkan pendapatan mereka secara keseluruhan.

Baca Juga: Baru Dirilis 5 Bulan Lalu, Startup E-Commerce Jawa Timur Ini Klaim Bisnisnya Tumbuh 10x Lipat!

Di negara berkembang seperti Indonesia, kontribusi UMKM dan ritel tradisional hampir mencapai 80 persen dari total industri ritel dan merupakan sumber mata pencaharian untuk jutaan masyarakat Indonesia. UMKM tidak hanya memiliki biaya operasional yang efisien, tetapi juga memiliki wawasan yang baik dan mendalam terhadap pelanggannya. Hal ini yang menjadi nilai utama dan tidak terpisahkan bagi bisnis UMKM.

Namun sangat disayangkan, keterbatasan akses terhadap pemasok (supplier) yang tepat dan kurangnya modal usaha menghambat pemilik UMKM dan toko-toko kecil untuk mengoptimalkan bisnis mereka di pasar yang sebetulnya memiliki kesempatan sangat besar ini.

"UMKM pada umumnya memiliki biaya yang 8-10% lebih efisien dibandingkan toko ritel modern karena sebagian besar dari mereka merupakan usaha bebas pajak, mempekerjakan keluarga, dan kebanyakan beroperasi di rumah sendiri. Namun demikian, mereka tidak dapat bersaing karena kurangnya akses terhadap pengadaan yang baik dan modal usaha yang terbatas," kata Derry Sakti, Co-Founder Ula dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/6/2020).

Sebagai contoh, lanjut Derry, sebuah warung kelontong mungkin harus membeli barang dari 50 sumber yang berbeda (termasuk grosir dan distributor) setiap minggunya dan harus membeli barang dalam jumlah besar untuk mendapatkan harga yang lebih baik walaupun kebutuhannya tidak sebesar itu.

Ula berperan penuh terhadap pengalaman berbelanja pelanggan dengan memberikan pilihan barang yang lengkap, harga yang lebih terjangkau, pengiriman sampai ke tempat tujuan, dan juga opsi pembayaran di kemudian hari. Hal ini bertujuan untuk membantu menyelesaikan persoalan utama dari UMKM yang seringkali terlupakan dari rantai pasok.

Mereka cukup menyimpan sedikit stok tanpa perlu khawatir akan kehabisan barang dengan memesan setiap hari barang yang dibutuhkan. Ula juga menggunakan data science untuk memberikan modal usaha kepada UMKM yang memungkinkan UMKM memiliki fleksibilitas dalam pembayaran.

Abheek Anand, Managing Director, Sequoia Capital (India) Singapore, mengatakan bahwa 70-80 persen pelaku usaha ritel di negara berkembang seperti Indonesia harus menghadapi kondisi rantai pasok, stok barang, dan modal usaha yang tidak efisien. Dengan makin terbukanya UMKM Indonesia terhadap kemajuan teknologi, platform seperti Ula merupakan salah satu solusi yang mudah, terjangkau, dan juga scalable untuk memudahkan mereka dalam menjalankan usahanya.

"Ula memiliki tim yang sangat berpengalaman dari berbagai perusahaan e-commerce, retail, dan fintech terkemuka, baik di dalam maupun di luar negeri. Kami sangat senang untuk dapat menjadi mitra mereka sejak dini di awal perjalanan ini," ujarnya. 

Saat ini Ula memprioritaskan bisnisnya pada sektor yang paling mendasar, seperti FMCG dan sembako yang merupakan kebutuhan utama pada situasi di mana rantai pasok tradisional banyak terkendala. Dengan adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pengiriman ke rumah atau toko menjadi faktor penting untuk dapat tetap berbelanja tanpa harus pergi ke pasar yang ramai.

Perusahaan mengklaim telah berkembang sebesar lebih dari 10 kali lipat sejak pertama kali diluncurkan dan pelanggan telah melakukan transaksi berulang dengan nilai transaksi 2-3 kali lebih besar dari pembelian pertama mereka. Ula juga mencatat adanya peningkatan jumlah toko yang melakukan transaksi di masa pandemi Covid-19.

Ula saat ini berada dalam status private beta dan sebagian besar bisnisnya beroperasi di area Jawa Timur. Dalam beberapa waktu ke depan, Ula berencana untuk melebarkan sayapnya ke seluruh Indonesia serta mengembangkan kategori produk yang ditawarkan seperti pakaian dan elektronik.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement