EKBIS.CO, JAKARTA -- Menggali potensi pasar Eropa dalam situasi pandemi saat ini menjadi suatu kebutuhan bagi pengusaha. Penting bagi pelaku usaha di Indonesia untuk dapat mengetahui ceruk pasar global supaya penetrasi strategi ekspor bisa lebih efektif dan fokus.
"Kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk utilisasi market research menjadi penting dan mendesak," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan (APHI), Indroyono Soesilo, Jumat (26/2).
Ia mengatakan, Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor terbesar keempat untuk produk hasil hutan, setelah China, Jepang dan Amerika Serikat. Tahun 2019, ekspor hasil hutan Indonesia ke Uni Eropa telah menghasilkan devisa lebih dari 1 milliar dolar AS.
“Namun demikian, pandemi Covid-19 telah memukul pasar ekspor ke Eropa, dengan urutan terbesar UK, Belanda, Jerman, Belgia dan Italia,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, produk hasil hutan Indonesia dikenal di Eropa sebagai produk yang berkualitas tinggi dengan daya saing karena dilengkapi sertifikat SVLK/FLEGT yang mempermudah proses rekognisi legalitas dan keberlanjutan oleh konsumen.
Produk Indonesia saat ini tampil dengan urutan ekspor terbesar ke Uni Eropa mulai dari furniture, pulp/kertas, panel, woodworking dan barang kerajinan. "Promosi SVLK/FLEGT juga menjadi faktor penting yang menentukan perluasan pasar korporasi di Eropa. Hal ini sejalan dengan semangat kerjasama Indonesia – Uni Eropa dalam memperluas keberterimaan sertifikasi ini di pasar Eropa," katanya.
Lebih lanjut, Indroyono menjelaskan, selama pandemi telah berdampak pada turunnya ekspor produk kehutanan Indonesia ke Eropa. Telah terjadi penurunan 17 persen untuk periode Januari sampai Mei 2020 yang nilainya mencapai 426 juta dolar AS jika dibandingkan dengan nilai ekspor periode yang sama tahun lalu yang nilainya mencapai 516 juta dolar AS.
Sementara itu, Duta Besar RI di Brussels Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa Yuri Thamrin memaparkan potensi impor produk kehutanan dari hulu – hilir ke 27 Negara anggota Uni Eropa mencapai 152 miliar dolar AS setiap tahunnya.
Namun, ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa plus UK baru mencapai sekitar 1 miliar dolar AS. “Masih terbuka peluang pasar Eropa bagi produk kayu olahan dari Indonesia yang selama ini masih dikuasai China,” ujar Yuri.
Yuri menilai, penyiapan sarana pergudangan (warehouse) untuk produk kayu Indonesia sebelum memasuki pasar Eropa menjadi hal yang cukup penting. Ia mengatakan, kedutaan akan membantu mencarikan warehouse dengan harga terjangkau di Pelabuhan Antwerp, Belgia untuk penyimpanan produk sementara.
Selain itu, untuk meningkatkan kerjasama perdagangan Indonesia – Uni Eropa akan dilakukan pertemuan antara APHI, FKMPI dengan Asosiasi perusahaan importir di Eropa.
Inventarisasi rinci tentang potensi produk kehutanan yang bisa menembus pasar Eropa, didukung dengan market intelligence dan penguatan pemetaan bisnis dari pelaku usaha di Eropa akan membantu Indonesia mengambil bagian dari potensi impor produk kehutanan di Eropa senilai 152 miliar dollar AS.