EKBIS.CO, JAKARTA -- Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai Indonesia membutuhkan kebijakan strategis yang terperinci untuk menghadapi krisis akibat wabah Covid-19. Strategi terperinci itu salah satunya dibutuhkan dalam menganalisa pontensi pasar ekspor di sejumlah negara.
Meski permintaan global menurun, Enggar yakin ada strategi yang bisa diterapkan agar Indonesia mampu mempertahankan ekspor produk-produk utamanya, terutama komoditas yang sulit untuk diganti dan dibutuhkan oleh dunia. Beberapa komoditas itu adalah batu bara, minyak kelapa sawit, dan produk-produk berbasis pertanian.
"Dalam dunia usaha, kita harus bicara secara terperinci satu persatu, apa yang perlu kita impor dan bisa kita ekspor ke setiap negara. Tentu ini butuh kolaborasi yang kuat antara pengusaha dan pemerintah,” kata Enggar dalam keterangannya, Ahad (28/6).
Enggar mengatakan itu saat menyampaikan pidato kunci dalam acara webinar bertajuk Entepreneurship: "Making a Difference in this New Era", yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Prasetiya Mulya (Ikaprama). Acara ini diprakarsai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Juan Permata Adoe sekaligus salah satu kandidat ketua umum Ikaprama.
Selain pasar ekspor, kata Enggar, yang juga harus menjadi perhatian tentunya adalah pasar domestik. Di tengah permintaan dunia yang rendah, pasar domestik harus diperkuat. Untuk memperkuat pasar domestik, pemerintah harus memerhatikan pasokan komoditas dasar serta dukungan terhadap usaha kecil dan menengah.
“Bahan pokok harus diperhatikan. Dalam kondisi seperti ini, kelangkaan bahan pokok tidak boleh terjadi. Distribusi harus lancar, tentu dengan harga yang wajar,” katanya.
Menjaga harga bahan pokok merupakan keharusan mengingat pandemi membuat daya beli masyarakat turun. Padahal, konsumsi domestik adalah penopang utama ekonomi Indonesia. Jika harga sembako tidak stabil, maka sulit berharap ekonomi Indonesia bisa bangkit.
“Menjaga harga itu harus dibarengi juga dengan menjaga daya beli. APBN kita harus diarahkan pada berbagai proyek padat karya di daerah. Itu harus. Tanpa itu sulit. Walaupun dari sisi penerimaan negara dari proyek itu sangat terbatas. Tetapi dari sisi menjaga daya beli itu sangat membantu,” kata Enggar.
Enggar mengatakan, langkah-langkah pemerintah dalam menahan daya beli untuk menjaga konsumsi, menjaga pasar domestik dan pasar ekspor, semua itu harus dibuat dalam satu sikap kebijakan yang padu dan rencana strategis yang terperinci. Jika itu dilakukan, Enggar optimistis ekonomi Indonesia akan bertahan dengan baik di tengah terpaan pandemi.
Ia menambahkan, ekonomi global diperkirakan menyusut 3 persen, ekonomi negara maju akan mengalami penurunan 6,1 persen, dan ekonomi negara berkembang tumbuh hanya 1 persen pada 2020. “Ekonomi Jerman diperkirakan anjlok 7 persen, Amerika Serikat 5,9 persen, dan Jepang 5,2 persen. Sementara itu, China dan India diperkirakan tumbuh hanya antara 1,2-1,9 persen,” kata Enggar.
Kontraksi ekonomi juga terjadi di Indonesia. Dalam skenario terbaik, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh maksimal 0,5 persen pada 2020. Pada kuartal pertama tahun ini ekonomi masih mencatat pertumbuhan 2,97 persen, namun diprediksi akan tumbuh negatif pada kuartal kedua.