EKBIS.CO, JAKARTA -- Pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Tanjung Buli, Halmahera Timur hingga kini belum beroperasi. Tak adanya pasokan listrik dan gagal bangun pembangkit yang dilakukan oleh kontraktor swasta membuat proyek ini terancam merugikan negara.
Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak menjelaskan saat ini pembangunan smleter sudah selesai. Hanya saja, pabrik pemurnian tersebut tak bisa beroperasi karena tidak ada pasokan listrik.
Hal ini disebabkan kontraktor swasta yang bertugas membangun pembangkit tak menyelesaikan tugasnya. "Ini kendalanya karena tidak adanya pasokan listrik. Pembangunan pembangkitnya tidak selesai," ujar Orias, Rabu (1/7).
Orias bahkan mengatakan jika tak kunjung ada pasokan listrik maka proyek ini berpotensi membuat kerugian kepada negara. Ia mengatakan sudah memberikan tugas khusus kepada direksi Antam untuk bisa mencari jalan keluar agar smelter bisa segera beroperasi.
Jika proyek dilanjutkan sekarang orientasinya bukan untuk mendapatkan keuntungan, namun untuk menyelamatkan uang negara yang sudah dikeluarkan. Pasalnya, negara telah menyuntikkan langsung dananya sebesar Rp 3,5 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
“Harus secara gamblang disampaikan kalau proyek ini dilanjutkan lebih ke penyelamatan apa yang sudah di-spend (dikeluarkan negara). Ini dana dari PMN sekitar Rp 3,5 triliun, tetapi tidak bisa sampai tuntas karena listriknya tidak ada,” kata Orias.
Dia menuturkan harusnya akhir Juni 2020 sudah ada kepastian dari PLN apakah bisa memasok listrik ke smelter. Jika tidak maka Antam akan mencari sumber tenaga baru dari pihak ketiga lainnya.
Untuk jalankan rencana ini ternyata juga tidak mudah lantaran harga listrik yang ditawarkan juga sudah tinggi yang tentu akan berpengaruh pada biaya operasional smelter nantinya. “Harga listirk masih belasan sen. tapi kami konsultasi dengan berbagai stakeholder sebagai penyelamatan total loss (rugi) dari Rp 3,5 triliun ini,” kata Orias.
Smelter Feronikel Antam yang menghabiskan dana investasi sebesar 289 juta dolar AS seharusnya commissioning operation date (COD) pada 2019. Adapun pembangkit listrik smelter dibangun dengan menggunakan skema suplai pasokan listrik bridging power plant IPP (pembelian listrik ke pihak ke III) yang dibangun oleh PT BGP dan harusnya selesai pada Juli 2019. Hanya saja perusahaan tersebut gagal menyediakan listrik yang dibutuhkan lantaran ada masalah finansial.
Direktur Utama Antam, Dana Amin, menjelaskan apa yang terjadi di proyek smelter feronikel Antam harus dilihat secara menyeluruh sejak proyek ini mulai dikerjakan. Seluruh proyek ini murni dibawah pengawasan manajemen Antam, termasuk dalam penyediaan pembangkit listriknya melalui proses tender.
Ada dua konstruksi yakni smelter dan konstruksi pembangkit listriknya yang berjalan beriringan. Konstruksi smelter dikerjakan PT Wijaya Karya Tbk dan pembangkit dikerjakan PT BGP dan konsorsium.
“Saat tender dan konstruksi pembangkit listrik mengalami gangguan, proses bangun smelter jalan terus. ini terjadi sejak 2012 sampai selesai Juli 2019. Jadi pada 2019 terjadi bahwa realitanya demikian,” ungkap Dana.
Dia menuturkan pemerintah turut serta menggelontorkan dana secara langsung melalui PMN untuk proyek smelter ini lantaran jadi bagian dari proyek hilirisasi mineral dari pemerintah. Sisanya merupakan kas dari Antam.
Menurut Dana, dari sisi perencanaan pasti antara smelter dan pembangkit listrik didesain secara bersamaan, hanya saja memang ada kekurangan dari sisi manajemen resiko pembangkit listrik.
“Secara perencaanaan antara smlter dan pembangkit listrik secara common sense pasti disamakan. tapi dari sisi risk management miss saat pembangunan pembagkit listirknya,” kata dia.