EKBIS.CO, BANTUL -- Kementerian Pertanian terus mendorong pengembangan bawang merah di berbagai wilayah untuk menjaga pasokan berlangsung aman sepanjang tahun. Bulan Juli ini panen bawang merah diperkirakan banyak dilakukan di sentra-sentra utama sepanjang Pantai Utara Jawa. Selain kawasan tersebut, panen raya juga terjadi di daerah-daerah pendukung salah satunya Kabupaten Bantul DIY.
Seperti yang dilakukan para petani di Dusun Nawungan I dan Nawungan II, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri Bantul DIY, yang saat ini tengah memasuki panen raya bawang merah. Total lahan yang dipanen mencapai 95 hektare dengan hasil rata-rata 12 ton per hektare atau total 1.140 ton. Panen raya tersebut turut dihadiri Bupati Bantul Suharsono, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, serta perwakilan Subdit Bawang Merah dan Sayuran Umbi Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Jumat (3/7).
Ketua Kelompok Tani Lestari Mulyo Nawungan Imogiri Bantul, Juwari, mengatakan anggotanya kini sudah mantap menerapkan budi daya bawang merah ramah lingkungan. Dari lahan pertanian seluas 350 hektare di Nawungan, 95 hektare di antaranya ditanami bawang merah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip budi daya organik, diakuinya kualitas panen bawang merah jauh lebih bagus dibandingkan menggunakan cara-cara konvensional. "Hampir 90 persen budi daya bawang merah di daerah kami hanya menggunakan pupuk organik, seperti kotoran sapi, kambing, dan tetes tebu, hingga rendaman serabut kelapa," tuturnya.
"Tidak heran umbi bawang yang dihasilkan ukurannya lebih besar, warna merah mengkilat, lebih keras, dan hasilnya lebih banyak. Jika biasanya per hektare menghasilkan 8-10 ton bawang dengan pupuk kimia, maka dengan pupuk organik bisa menghasilkan sekitar 12-13 ton per hektar," ujar Juwari.
Harga jual panenan bawang merah kali ini diakui Juwari cukup menguntungkan karena di pasaran dihargai Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kilogram. Harga ini jauh di atas harga break event poin (BEP) atau harga balik modal petani yang menurutnya hanya Rp 9.700 per kilogram. "Harganya terbilang bagus, mudah-mudahan bisa stabil begini," ucapnya senang.
Juwari menambahkan, kendala utama yang dihadapi petani setempat adalah keterbatasan ketersediaan pupuk kandang yang tidak sebanding dengan luasan lahan bawang merah. Ia mengatakan, kebutuhan pupuk kandang tiap 1.000 meter persegi mencapai dua hingga tiga ton. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk kandang, petani harus mendatangkan dari luar daerah.
"Kami berharap dalam masa tanam Agustus nanti ada bantuan pupuk organik dari Pemerintah," ujar Juwari. Sementara untuk air irigasi di wilayah perbukitan, saat ini sudah teratasi dengan adanya 517 embung dan sumur di sekitar lahan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Arofah Nur Indriyani mengajak petani dan petugas untuk terus mengembangkan model budidaya bawang merah organik. "Petugas kami selama ini intensif mengawal petani, bahkan membantu melakukan penyemprotan pestisida hayati rutin setiap minggu," kata Arofah.
Bupati Bantul, Suharsono, mengatakan Pemkab akan terus berupaya membantu petani termasuk petani bawang merah di Bantul. Suharsono juga menjamin harga bawang merah di daerahnya tetap stabil. Bahkan jika harga anjlok saat panen raya Pemkab siap membelinya. “Bukan hanya bawang merah, produk pertanian lainnya juga kami beli. Saya tidak ingin mendengar ada petani Bantul merugi," kata Suharsono.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, menandaskan pihaknya terus mendorong petani menerapkan budidaya hortikuktura ramah lingkungan. Selain itu, Kementan juga gencar menyosialisasikan penggunaan benih bawang merah asal biji atau dikenal dengan TSS. Langkah tersebut dilakukan sebagai salah satu alternatif solusi mengefisienkan biaya produksi di tengah mahalnya harga benih umbi saat ini. "Melalui budidaya organik seperti yang dilakukan petani Bantul serta efisiensi biaya produksi, harapannya petani bawang merah bisa makin sejahtera," katanya.