EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina menyatakan, Indonesia berpeluang besar memenuhi pasokan kebutuhan biomassa ke Jepang. Peluang itu terbuka sejalan dengan pencanangan kebijakan energi ramah lingkungan atau green energy oleh Pemerintah Jepang dalam Basic Energy Plan 2030 yang menargetkan produksi listrik sebesar 1.065 Twh.
Dalam kebijakan tersebut dikatakan, sebanyak 3,7 persen sampai 4,6 persen sumber energinya berasal dari bahan baku biomassa. Srie berharap, Indonesia dapat memberikan produk berkelanjutan, baik dari segi kuantitas, harga, dan terutama kualitas.
Revolusi proyek-proyek pembangkit energi di Jepang ke sektor energi terbarukan yang banyak terjadi saat ini membutuhkan pemenuhan pasokan bahan baku biomassa. "Ini membuka peluang bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi hutan dan penghasil minyak kelapa sawit (palm oil) terbesar dunia, untuk mengisi kebutuhan biomassa di Jepang, khususnya yang berasal dari cangkang sawit (palm kernel shell/PKS) dan pelet kayu (wood pellet)," ungkap Srie melalui siaran pers yang diterima Republika pada Rabu, (15/7).
Ia menjelaskan, Jepang merupakan salah satu negara yang konsisten meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan. Terutama sejak bencana nuklir di Fukushima pada 2011.
Pemerintah Jepang mendorong penggunaan energi terbarukan dalam skala besar dengan kebijakan Feed in Tariff System (FIT) yang diperkenalkan sejak delapan tahun lalu.
Dengan skema tersebut, pemerintah Jepang mewajibkan perusahaan listrik membeli listrik dari sumber energi terbarukan, baik yang berasal dari angin, tenaga surya, dan biomassa dengan tarif sama selama 20 tahun.
Kebijakan insentif yang diberikan pemerintah Jepang melalui FIT telah membuat siklus investasi ke sektor energi terbarukan mengalami peningkatan yang masif. Sebelumnya, Pemerintah Jepang telah memberikan kelonggaran atas kebijakan yang mewajibkan perusahaan eksportir PKS mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) hingga 2021.