Kamis 16 Jul 2020 15:56 WIB

Bersama Pakar, Kementan Bahas Upaya Kembangkan Kedelai Lokal

Perlu adanya dukungan dari pemangku kepentingan agar kedelai kembali berjaya

Red: Hiru Muhammad
Pekerja menuangkan kedelai yang baru selesai direbus di sentra Primer Koperasi Tahu Tempe di Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (15/7/2020). Pihak pengelola mengaku setelah sempat terhenti akibat pandemi kini bisa melanjutkan usaha memproduksi tahu dan tempe dengan bantuan dana pinjaman bergulir dari Kementrian Koperasi yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Foto: ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Pekerja menuangkan kedelai yang baru selesai direbus di sentra Primer Koperasi Tahu Tempe di Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (15/7/2020). Pihak pengelola mengaku setelah sempat terhenti akibat pandemi kini bisa melanjutkan usaha memproduksi tahu dan tempe dengan bantuan dana pinjaman bergulir dari Kementrian Koperasi yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).

EKBIS.CO, JAKARTA–-Kementerian Pertanian (Kementan) fokus mengembangkan komoditas kedelai yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Guna menyusun upaya strategis, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menggelar Focus Group Discusssion membahas bersama para pakar untuk merumuskan strategi pengembangan kedelai lokal di masa datang, Kamis (16/7).

Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, kedelai sebagai salah satu tanaman pangan yang utama terkendala dari sisi produksi yang belum mampu mencukupi kebutuhan. karena itu, perlu adanya peran serta para pemangku kepentingan untuk intens menggenjot kembali kejayaan kedelai di Indonesia.

Perlu diketahui, kebutuhan kedelai satu tahun 90 persen untuk tempe tahu, 5 persen untuk kecap, yoghurt dan produk makanan lain. Kondisi saat ini benih kedelai bersertifikat terbatas dan sebagian besar terkonsentrasi di Jawa dengan Masa kadaluarsa benih pendek (sekitar 4 bulan). Selain itu penurunan daya saing dengan komoditas pangan lain padi dan jagung menjadi kendala tersendiri sehingga hal inilah yang menjadi tugas bersama untuk mengembangkan kedelai lokal.

“Untuk itu perlu adanya pengembangan varietas benih yang provitasnya diatas 3 ton per hektar, kuncinya pengembangan kedelai ada di aspek benih dan harga. Seluruh benih unggul yang ada di litbang harus disalurkan untuk peningkatan produksi,” demikian dipaparkan Suwandi dalam Focus Group Discusssion tersebut. 

Suwandi menjelaskan hilirisasi menjadi hal yang penting dalam mengembangkan kedelai untuk mensolusi harga. Oleh karenanya, perlu dibangun kemitraan petani dengan industri supaya dapat memberi kepastian pasar dan pemanfaatan KUR, sehingga petani tidak hanya mengandalkan bantuan pemerintah. 

“Bantuan kita kan terbatas, mulai sekarang petani didorong untuk bisa manfaatkan akses pembiayaan, kan syaratnya mudah bunganya juga rendah,” jelasnya.

“Perumusan sistem pemasaran produk menjadi hal yang mesti diperhatikan  untuk bisa mengenalkan produk lokal. Komitmen Kementan terhadap kedelai sangat kuat salah satunya ditunjukkan Bapak Mentan SYL beberapa waktu lalu mencanangkan tanam kedelai di Sulawesi Utara,” pinta Suwandi.

Sementara itu, Prof. Munif, salah satu pakar yang hadir mengatakan bahwa kunci sukses budidaya kedelai adalah pada harga panennya. Contoh di pembudidaya kedelai hitam karena harga tinggi, petani sangat senang dan kontinu menanam.“Dengan harga sekitar Rp.7000 perkilogram petani mengupayakan sendiri untuk mengembangkan tanpa intervensi bantuan,” terangnya.

Di tempat yang sama, Prof. Sumarno memberikan saran untuk pengembangan kedelai. Menurutnya intervensi pemerintah untuk program bantuan sebaiknya pada lahan yang baru. Sumarno tak menampik impor kedelai masih diperlukan, namun ia menyarankan importir dapat membina petani dalam negeri dan membeli hasil petani.

“Strateginya sekarang beralih ke produk olahan kedelai, yang biasanya sangat murah harus dinaikkan dua kali lipat agar dapat menaikkan harga dasar,” ungkapnya.

Perwakilan Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (GAKOPTI) Aip Syarifuddin mengungkapkan sebaiknya pemerintah membuat standarisasi kedelai serta standar dan pengaturan pascapanen kedelai. Memang kedelai lokal  kalah bersaing dengan impor karena yang impor ini lebih murah dan terlihatnya lebih bagus. 

“Namun saya yakin secara kualitas lebih bagus kedelai lokal kita. Jadi perlu adanya pengaturan tataniaga kedelai seperti importir yang boleh mengimpor hanya yang sudah 5 tahun prestasi baik, importir memberdayakan petani lokal untuk peningkatan produksi dalam negeri secara bertahap, dan kuota setiap importir diatur oleh pemerintah. Kalau kami dari GAKOPTI pastinya siap mengembangkan kedelai lokal kita,” beber Aip.

Staf khusus Gubernur Sulbar, Ramdhan mengatakan bahwa  Gubernur Sulbar sangat antusias mengembangkan kedelai, sebab budidaya kedelai saat ini banyak dikembangkan di wilayah Sulawesi Barat. Potensi budidaya kedelai berada di Mamuju, Polman, Mamuju Tengah 46.000 Ha. “Petani Sulbar kan rata-rata transmigran, jadi  sudah sangat terbiasa dan berpengalaman menanam kedelai. Pengembangan kedelai sebaiknya di lahan baru agar terlihat penambahan lahan bahkan rencananya minggu depan akan dilakukan pencanangan penanaman kedelai seluas 500 hektar,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement