EKBIS.CO, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Arif Budimanta mengakui, persentase kemiskinan meningkat. Menurutnya, itu karena dalam beberapa tahun terakhir Indonesia memang menghadapi kondisi ekonomi global yang melemah.
"Sehingga hal itu pasti pengaruhi ekonomi nasional secara keseluruhan. Apalagi ada pandemi," ujarnya dalam diskusi virtual pada Jumat, (17/7).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pada Maret 2020 tercatat ada sebanyak 26,42 juta penduduk miskin. Angka itu meningkat 1,63 juta dibandingkan September 2019 dan naik 1,28 juta dibandingkan Maret 2019.
Meski begitu, kata dia, sejak 2014 pemerintah konsisten memerangi ketimpangan dan kemiskinan lewat sejumlah program. Pertama, ujarnya, terkait persoalan kapabilitas.
"Saya rasa sejak awal Presiden Joko Widodo sudah paham itu. Maka ada program Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar, agar keluarga yang tidak mampu tidak ada alasan, tidak bersekolah. Wajib belajar 9 tahun dikembangkan menjadi 12 tahun," tutur Arif.
Kemudian, kata dia, melalui program capital reform atau reforma agraria. Dengan begitu, melalui restrukturisasi aset dan legalisasi aset, masyarakat bisa gunakan aset tanah sebagai modal usaha.
Program kedua, sambungnya, terkait reforma likuiditas. "Memudahkan masyarakat dan keluarga tidak mampu supaya bisa produktif berusaha dengan suku bunga murah sekarang sampai 7 persen. Sebelum 2014, sulit dapatkan pinjaman dengan suku bunga murah," kata Arif.
Artinya, kata dia, pemerintah ingin menggerakkan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Sehingga, persoalan kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi konsumsi tapi juga multidimensi, sehingga ada peningkatan kualitas manusia di Tanah Air.
Menghadapi situasi Covid-19 seperti sekarang, ujarnya, pemerintah harus lebih bekerja keras supaya bisa menahan laju munculnya populasi kelompok miskin baru. Hal itu lewat sejumlah program seperti program keluarga harapan atau PKH, bantuan langsung non-tunai atau BLNT, dan lainnya.