EKBIS.CO, JAKARTA -- Program tabungan perumahan rakyat sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, China, Perancis dan Jerman. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia jauh tertinggal.
Deputi Komisioner BP Tapera Eko Ariantoro menyampaikan Tapera ingin mengulang kesuksesan program tersebut di Indonesia. Karena mempunyai sebuah hunian merupakan idaman bagi seluruh orang dimanapun mereka berada.
"Menabung merupakan cara pertama yang harus dilakukan, berbagai bentuk tabungan ditawarkan, hal ini terjadi di berbagai negara, Singapura sudah mempunyai program ini sejak tahun 1950, dan China 1990-an," katanya dalam keterangan pers, Kamis (23/7).
Singapura melalui program Central Provident Fund (CPF) telah berhasil membantu masyarakat dalam pembiayaan rumah sejak tahun 1955. CPF merupakan sebuah badan yang mengumpulkan dana kesejahteraan dengan iuran dari penghasilan masyarakat Singapura.
Sebagian dari iuran tersebut diperuntukkan bagi program perumahan masyarakat sehingga pemerintah memiliki kekuatan dan dukungan dana yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan. Menurut data Fortia Strategic Partner, iuran yang harus dibayarkan adalah sebesar 37 persen dari gaji bulanan dengan komposisi tanggungan Pekerja 20 persen dan Pemberi Kerja 17 persen.
Seperti halnya Singapura, Malaysia juga telah memiliki program serupa dengan nama Employees Provident Fund (EPF). Program yang telah diwajibkan sejak tahun 1991 ini menetapkan iuran sebesar 23 persen dari gaji bulanan dengan komposisi Pekerja 11 persen dan Pemberi Kerja 12 persen.
Bukan hanya Singapura dan Malaysia saja, beberapa negara lain seperti China dengan Housing Provident Fund sejak tahun 1991, Perancis dengan Compte D’epargne Logement dan Plan D’epargne Logement sejak tahun 1965, dan Jerman dengan Bauspar sejak tahun 1921.
"Begitupun di Indonesia, pemerintah memberikan akses kepada masyarakat dalam program pembiayaan perumahan terkangkau, yang diberikan oleh Pemerintah kepada rakyatnya," katanya.
Eko mengatakan, cakupan akses pembiayaan perumahan di Indonesia saat ini masih belum optimal. Ini dapat dilihat dengan rasio KPR terhadap PDB Indonesia yang masih di bawah tiga persen dan cukup tertinggal dibandingkan Malaysia yang telah mencapai 38,4 persen.
Selain itu, fasilitasi pembiayaan tersebut belum dapat diakses secara luas, terutama bagi pekerja informal dan masyarakat yang membangun rumah secara swadaya. Masyarakat membutuhkan pembiayaan perumahan yang berisiko rendah dengan jumlah besar, berkelanjutan, serta disalurkan oleh lembaga penyalur yang beragam.
Indonesia juga telah melakukan hal yang sama sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ) yang disahkan Presiden Joko Widodo. Tapera dibentuk untuk mengelola program Tabungan Perumahan Rakyat di Indonesia, dengan berdasarkan asas gotong royong bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pemerintah memberikan dana operasi kepada Tapera untuk mengelolanya, bukan diambil dari dana tabungan peserta. Hal ini menunjukkan betapa pemerintah ingin mewujudkan kebutuhan papan masyarakatnya sehingga tercapai masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Program Tapera akan mulai dilaksanakan pada Januari tahun 2021, dimulai dengan ASN aktif serta peserta eks Bapertarum aktif. Peserta eks Bapertarum aktif akan secara otomatis menjadi peserta Tapera, dimana seluruh dana tabungannya akan dipindahkan ke Tapera. Mereka dapat merasakan berbagai fasilitas Tapera, yaitu memiliki hunian pertama, pembangunan hunian pertama serta biaya renovasi rumah.