Kamis 23 Jul 2020 21:10 WIB

Ancaman Kemiskinan di Kawasan ASEAN Selama Pandemi Covid-19

Bank Dunia memproyeksikan angka kemiskinan Asia Tenggara meningkat jadi 24 juta orang

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Kemiskinan (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kemiskinan (ilustrasi).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ancaman kemiskinan, kerentanan sosial, hingga diskriminasi menghantui penduduk dunia karena Covid-19. Dilansir The Asian Post, Kamis (23/7), Bank Dunia memproyeksikan angka kemiskinan di Asia Tenggara akan meningkat jadi 24 juta orang. Jumlahnya bisa bertambah 11 juta orang pada skenario terburuk.

Kategori miskin dihitung jika penghasilan mereka kurang dari 5,5 dolar AS atau Rp 146 ribu per hari. Laporan menyebut Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand akan tumbuh negatif di antara negara kawasan lainnya.

Baca Juga

Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa mengatakan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik yang punya hubungan dagang dengan China mengalami goncangan. Ini berpengaruh pada upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan yang selama ini telah berjalan. Misal, di Vietnam ada program reformasi pendidikan, di Singapura ada program ketenagakerjaan untuk lansia, Filipina dengan program 4P yang berhasil meningkatkan taraf pendidikan, kesehatan, dan nutrisi penduduk. Kini, mereka terancam kembali ke jurang kemiskinan.

Selain itu, angka kasus terus meningkat di wilayah ASEAN dengan total lebih dari 132 juta orang. Khususnya di Indonesia dan Filipina yang punya jumlah kasus tertinggi. Filipina sedang dalam proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan yang cukup berhasil menurun dari 21,6 persen pada 2016 menjadi 16,6 persen pada 2018.

Pemerintah melaporkan satu dari 106 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mayoritas hidup sebagai pekerja informal yang saat "lockdown" langsung kehilangan penghasilan.

Di Indonesia, sekitar 24,79 juta orang masuk golongan miskin. Jumlah kasus Covid-19 sekitar 46 ribu dan total kematian 2.500 orang, tertinggi di wilayah. Meski demikian, Pemerintah mulai melonggar kebijakan pembatasan sosial demi menggenjot perekonomian yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kemiskinan akan melahirkan masalah baru yakni penurunan taraf pendidikan anak-anak. Save the Children dan Unicef baru-baru ini mengeluarkan peringatan, jika tidak ada langkah darurat, jumlah anak yang hidup dalam keluarga miskin akan meningkat 15 persen jadi 672 juta tahun ini.

Direktur Eksekutif Unicef, Henrietta Fore mengatakan, virus corona telah memicu krisis ekonomi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kesulitan finansial yang dialami di skala keluarga mengancam masa depan anak-anak, baik dari sisi pendidikan maupun kesehatan.

"Ini menguras sumber daya yang dimiliki keluarga di seluruh dunia," katanya.

Mereka memperingatkan agar anak-anak di keluarga miskin tetap memiliki akses pada kebutuhan dasar. Seperti makanan sehat bernutrisi, air, kesehatan, dan edukasi. Mereka juga harus terhindar dari ancaman kekerasan, pernikahan anak, eksploitasi, dan pelecehan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement