EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Utama Maskapai Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan bahwa pihak yang bisa menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut dari situasi sulit akibat pandemi Covid-19 hanyalah penumpang. Bantuan pemerintah tak mampu menutupi kesulitan yang diderita maskapai pelat merah tersebut.
“Saya selalu bicara ke mana-mana yang bisa menyelamatkan Garuda dari situasi sekarang dan secepatnya bisa ‘recover’ (pulih) adalah penumpang,” kata Irfan dalam diskusi daring bertajuk 'Yuk Terbang Lagi Bersama Garuda' di Jakarta, Jumat (23/7).
Garuda mendapat dana talangan dengan skema mandatory convertible bond senilai Rp 8,5 triliun dengan tenor tiga tahun. Diharapkan bantuan itu dapat membangkitkan kembali maskapai nasional itu dari keterpurukan selama pandemi.
“Pemerintah ketika membantu dana itu cuma sementara yang akan memastikan garuda recovery itu penumpang itu yang selalu kampanyekan,” katanya.
Untuk itu, ia memastikan protokol kesehatan selalu dilakukan, terutama di dalam pesawat. Garuda menerapkan jaga jarak dengan mengosongkan kursi tengah untuk kelas ekonomi dan kursi bisnis hanya diisi untuk satu orang.
“Garuda ngotot sekali memastikan tempat duduk tengah di kelas ekonomi kosong karena kita enggak mau persepsi publik soal perjalanan ini bermasalah. Konfigurasi tengah kosong. Kelas bisnis yang kursi dua-dua itu sendiri, kecuali ada permintaan khusus bawa keluarga dengan anaknya tidak ingin dipisahkan tapi ada kesepakatan yang harus disepakati agar membuat orang lain aman,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, di dalam pesawat menggunakan teknologi High Efficiency Particulate Air (HEPA) yang bisa mematikan virus hingga 99,99 persen dengan sirkulasi udara vertikal. Irfan mengatakan saat ini orang-orang yang melakukan penerbangan adalah mereka dengan kebutuhan dinas atau bisnis, sementara itu mereka yang ingin terbang masih menunda.
“Mereka yang mau ini yang banyak, kepingin sekali terbang. Mereka yang ingin berwisata, bersosialisasi, bersilaturahmi, ini yang kita dorong dengan terbang bersama Garuda aman dan nyaman,” katanya.
Irfan menambahkan angkutan udara kalah bersaing dengan angkutan darat karena masyarakat tidak perlu mengantongi hasil tes cepat negatif. Sementara untuk naik pesawat hal itu merupakan syarat wajib.
“Kondisi rapid test ini kita kalah bersiang dengan jalan darat. Kalau darat, naik mobil langsung saja pulang ke Solo dan langsung masuk ke rumah,” katanya.
Dia menyebutkan penurunan trafik penumpang pada Mei lalu mencapai 90 persen.