EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Jokowi Widodo hari ini memutuskan untuk memperlebar rentang defisit anggaran untuk tahun 2021 mendatang menjadi 5,2 persen. Angka defisit RAPBN ini jauh di atas kesepakatan antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR sebelumnya, yakni defisit dalam rentang 3,21 persen sampai 4,17 persen.
Defisit ini sekaligus untuk mengakomodir belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang masih tinggi. Melebarnya defisit juga berarti lubang dalam anggaran tahun 2021 menjadi sebanyak besar. Pemerintah pun harus punya ancang-ancang untuk menambal bolong-bolong anggaran dalam APBN tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, setidaknya ada tiga jurus yang disiapkan pemerintah untuk menambal defisit dalam APBN 2021 nanti. Jurus pertama, adalah menjaga stabilitas porsi Surat Berharga Negara (SBN).
SBN, baik global atau domestik, memang menjadi andalan pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran.
"Kita tetap andalkan isu dari SBN kita baik yang domestik atau global, baik yang konvensional atau syariah, baik yang ritel atau nonritel. Semuanya akan kami jaga dan Bank Indonesia sesuai SKB pertama tetap bisa menjadi standby buyer," jelas Sri Mulyani dalam keterangan pers usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Selasa (28/7).
Kemenkeu, ujar Sri, akan berdialog dengan Bank Indonesia (BI) terkait perannya sebagai peserta lelang reguler atau opsi lain, termasuk masuk melalui green shoe option (GSO) dan private placement.
Sumber pembiayaan kedua setelah SBN adalah pembiayaan yang bersumber dari kerja sama bilateral atau multilateral. Tujuannya, ujar Menkeu, mendapatkan sumber dana yang relatif murah.
"Dan diharapkan produktivitas dari sumber dana maksimal," katanya.
Sementara jurus ketiga yang disiapkan adalah pengelolaan outstanding utang secara hati-hati. Pelebaran defisit dan pemanfaatan sumber-sumber pendanaan tambahan ini tentunya akan meningkatkan rasio utang Indonesia mendekati 40 persen. Padahal batas aman rasio utang Indonesia adalah 30 persen.
Seperti diketahui, keputusan untuk memperlebar defisit ini dilandasi bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global terkait penanganan Covid-19. Diprediksi, pemulihan yang dilakukan negara-negara dunia bisa lebih lama. Selain itu, kebutuhan belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19 di dalam negeri dan pemulihan ekonomi juga masih tinggi.
Dengan angka defisit yang diperlebar pada RAPBN 2021, maka pemerintah akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp 179 triliun. Menkeu menyebutkan bahwa cadangan belanja ini akan diprioritaskan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan penanganan Covid-19 yang berkelanjutan. Termasuk juga, dukungan untuk produksi vaksin Covid-19 pada 2021.