EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan bahwa defisit APBN 2020 membengkak menjadi 6,38 persen (6,34 persen bila mengacu Perpres terbaru) pada tahun ini. Angka ini jelas jauh lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski angka defisit jauh di atas ketentuan awal, Jokowi menekankan bahwa pembengkakan belanja negara diperuntukkan untuk hal-hal yang memang tepat sasaran. Belanja pemerintah, ujar presiden, memang banyak disalurkan untuk bantuan sosial dan bantuan modal kerja untuk membangkitkan daya beli masyarakat. Apalagi ekonomi nasional sangat terpukul akibat pandemi Covid-19.
"Defisit kita itu kecil banget dengan situasi yang dinamis tapi sekali lagi bandingkan dengan yang lain, kita sudah sangat prudent dan hati-hati, dan yang paling penting menurut saya bukan gedenya tapi tepat sasaran, yang mau disasar benar, seperti bansos produktif tadi untuk bantuan modal kerja asal tepat sasaran," kata Jokowi di Istana Merdeka, Senin (13/7).
Selain itu, Jokowi juga menjamin bahwa pemerintah punya tanggung jawab untuk mengembalikan defisit APBN menjadi di bawah 3 persen pada 2023 mendatang. Relaksasi kebijakan APBN ini hanya berlaku untuk tiga tahun, dimulai 2020 dan berlanjut untuk 2021 serta 2022. Setelahnya, mulai tahun 2023, pemerintah punya kewajiban untuk mengembalikan lagi defisit APBN ke batas aman 3 persen sesuai dengan UU Keuangan Negara.
"Jadi nanti akan ada penyesuaian sekarang defisitnya 6,38 (persen) nanti tahun depan akan menjadi 5 koma, tahun depannya lagi 4 koma, ke tahun itu akan di bawah 3 lagi," kata presiden.