EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Pemerintah Inggris meluncurkan program Mentari: Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia. Program kemitraan ini bertujuan untuk mendukung pemulihan aktivitas ekonomi hijau di Indonesia melalui percepatan pencapaian target bauran energi sebesar 23 persen di tahun 2025.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyampaikan, komitmen pemerintah mengurangi emisi sekaligus mewujudkan akses energi ke masyarakat akan selalu mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga pemanfaatannya bisa berkelanjutan. "Komitmen Indonesia mengurangi emisi hingga 29 persen di tahun 2030 adalah upaya kami menuju energi bersih," kata Ego, Sabtu (1/8).
Untuk mencapai hal tersebut, kata Ego, pihaknya saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Presiden tentang Feed in Tariff untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Langkah konkret yang diambil pemerintah adalah dengan mengonversi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang menghasilkan emisi tinggi dengan pembangkit berbasis EBT. Berdasarkan hasil inventarisasi Kementerian ESDM, tercatat ada 2.246 unit pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), 23 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan 46 pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang direncanakan akan mengalami konversi dalam waktu tiga tahun. "Untuk PLTD yang dikonversi berusia lebih dari 15 tahun. Sementara PLTU dan PLTGU lebih dari 20 tahun," tutur Ego.
Program Mentari yang berjalan dari tahun 2020-2030, sambung Ego, merupakan salah satu terobosan penting dari implementasi transisi energi guna menstimulus perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19. "Kehadiran Mentari ini sangat tepat. Kami optimistis bahwa program ini mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta menekan kemiskinan melalui pengembangan sektor energi terbarukan," tegasnya.
Ego mengakui kebijakan pembatasan fisik dan isolasi untuk mengatasai penyebaran Covid-19 berdampak signifikan bagi penurunan konsumsi global. Tercatat, konsumsi bahan bakar fosil lebih rendah 17,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, hal ini justru membawa berkah karena emisi CO2 bisa turun signifikan. "Oleh karena itu, selama masa pandemi, produksi energi harus disesuaikan dengan mempercepat proses transisi energi bersih," katanya.
Kementerian ESDM menyambut baik kerja sama ini mengingat Pemerintah Inggris sudah lebih berpengalaman dalam pengembangan energi terbarukan. Inggris dinilai sebagai negara tersukses di dunia yang berhasil mengurangi porsi energi fosil secara drastis sejak pandemi berlangsung.
Bahkan pada Juli, Pemerintah Inggris telah menggelontorkan dana senilai Rp 73 triliun untuk sektor energi terbarukan guna menstimulus pertumbuhan ekonomi domestik. "Ini bukti komitmen kami terhadap energi berbasis ramah lingkungan, menciptakan lapangan kerja, serta mengembalikan aktivitas perekonomian," kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins.