Selasa 27 Aug 2024 07:33 WIB

2030 Darurat Emisi, ESDM Ungkap Enam Strategi Demi Mencapai NZE

Pada 2060 kebutuhan listrik itu sekitar 367 GW dan akan didominasi oleh solar.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Lida Puspaningtyas
Foto udara tower pemantau Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Klimatologi Jambi, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (18/7/2024). BMKG meresmikan pembangunan tower pantau GRK kedua di Indonesia setinggi 100 meter di Jambi dengan tujuan mengawasi konsentrasi gas rumah kaca sebagai upaya mitigasi dan pengendalian perubahan iklim di Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Foto udara tower pemantau Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Klimatologi Jambi, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (18/7/2024). BMKG meresmikan pembangunan tower pantau GRK kedua di Indonesia setinggi 100 meter di Jambi dengan tujuan mengawasi konsentrasi gas rumah kaca sebagai upaya mitigasi dan pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Transisi energi menjadi hal vital. Sebuah kampanye yang terus digaungkan secara global.

Indonesia sendiri mempunyai target mencapai net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyusun roadmap terkait hal itu. Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Sahid Junaidi mengatakan kerangka tersebut dirincikan dari 2022 hingga 2060.

Baca Juga

Ia menerangkn, pada 2030 menjadi puncak emisi gas rumah kaca. Itu akan diskenarionakan, agar turun secara bertahap. Terdapat beberapa strategi untuk mencapai NZE.

Pertama, efisiensi energi. Kedua, di sektor elektrivikasi, yakni penggunaan kendaraan listrik, dan sebagainya. Ketiga moratorium pembangkit listrik tenaga batubara yang baru, dan pengurangan penggunaan batubara secara bertahap.

Keempat, memaksimalkan energi terbarukan, baik on grid, off grid, dan biofuel. Lalu kelima, pemanfaatan energi baru (nuclear, hydrogen, ammonia). Keenam, penerapan Carbon Capture and Storage (CCS) atau Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) atau teknologi yang dimanfaatkan untuk mitigasi pemanasan global pada aktivitas penghasil energi di pembangkitan atau kilang.

"Kalau kita lihat di roadmap, nanti di tahun 2060 kebutuhan listrik itu sekitar 367 GW dan akan didominasi oleh solar ya (sebesar 115 gigawatt). Solar ini mendominasi sejak tahun 2045 (64 GW), Indonesia emas," ujar Sahid.

Ia menegaskan, pada intinya, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Itu tersebar dari Sabang-Merauke. Ada energi yang berasal dari solar. Ini potensinya mencapai 3294 gigwatt (GW). Baru dimanfaatkan sekitar 675 megawatt (MW). Lalu energi angin, potensinya mencapai 155 GW. Baru dimanfaatkan sekitar 152 MW.

Berlanjut ke energi air (Hydro), potensinya mencapai 95 GW. Baru dimanfaatkan sekitar 6.697 MW. Kemudian Bioenergy (Biodiesel dan Bioehanol), potensinya mencapai57 GW. Saat ini baru dimanfaatkan sekitar 3408 MW.

Lalu Geothermal, potensinya mencapai 23 GW. Baru 2.597 MW yang digunakan. Lalu upaya mengkonversi batubara menjadi produk gas (COAL Gassification) sudah sekitar 250 MW.

"Dengan total kapasitas ini potensinya adalah 3.687. Itu asil survei pada tahun 2021. Sekarang kami di Kementerian ESDM akan mempunyai program untuk mengupdate potensi ini sehingga lebih akurat untuk menarik investasi," ujar Sahid.

Secara keseluruhan, potensi berbagai sumber EBT yang termanfaatkan baru sekitar 13,781 atau atau 0,3 persen. Ini menjadi tantangan bersama agar bisa terus dioptimalisasi. Menurutnya, tentu harus berkolaborasi dengan semua stakeholder, baik pemerintah, LSM, media, akademisi, dan sebagainya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement