EKBIS.CO, BANDUNG -- Perkembangan ekonomi digital atau digital ecosystem yang terjadi di Indonesia terjadi akibat dari semakin cepatnya proses perkembangan bisnis model OTT Global yang berpengaruh bagi dinamika industri. Namun, pada saat yang sama, perangkat institusi yang berwenang membuat instrumen hukum dalam bentuk regulasi, serta produk institusi bagi bekerjanya industri digital di Tanah Air masih belum mampu menunjukkan kerja yang efisien.
Ketua Serikat Karyawan (Sekar) PT Telekomunikasi Indonesia Edward Simanjuntak mengatakan, risiko OTT Global lainnya yang akan dihadapi adalah risiko yang dihadapi oleh suatu negara tidak terbatas. Sehingga, dampaknya akan uncul potensi fraud dan kegiatan abuse melalui konten digital, kanibalisasi produk eksisting (disruptive layanan/jasa), penyebaran konten-konten yang tidak bertanggung jawab (hoax, pornografi, SARA, penipuan, kriminal, dan lainnya), benturan dan ketimpangan dengan peraturan atau regulasi lainnya (seperti, permasalahan lisensi, HKI, dan persaingan usaha).
"Selain itu, kita akan kehilangan potensi pertumbuhan ekonomi digital (antara lain berkurangnya pajak, PNBP dari lisensi, dan lainnya," ujar Edward kepada wartawan, Rabu (12/8).
Edward mengatakan, aspek utama yang harus dicermati dalam merespon rencana para pemain OTT Global tersebut adalah kedaulatan negara. Saat ini, perlindungan terhadap data dan informasi adalah sebuah keniscayaan yang harus selalu dijaga sebagai salah satu pillar keamanan negara.
Namun, kata dia, dengan penggelaran jaringan secara langsung yang dilakukan pemain OTT Global, mereka akan mendapatkan kuasa penuh terhadap data dan informasi yang didapat dari pelanggan-pelanggan yang berlokasi di Indonesia. "Ini, rawan menimbulkan potensi penyalah gunaan data maupun informasi yang sensitif dan berpotensi mengganggu stabilitas negara," katanya.
Menurutnya, perkembangan layanan digital yang meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir telah membuat para pemain OTT Global mengubah fokus dan arah usahanya. Sejak beberapa tahun terakhir, para pemain OTT Global semakin gencar mengembangkan lini usahanya ke arah layanan infrastruktur dan jaringan.
Bahkan, kata dia, para pemain OTT Global gencar membangun data center dan menggelar jaringan backbone dengan cakupan skala global/internasional. Salah satu wilayah yang menjadi fokus penggelaran infrastruktur para pemain OTT Global adalah Asia Tenggara.
"Saat ini Google telah menggelar SKKL Indigo Cable System yang menghubungkan Singapura dan Australia, dimana Jakarta menjadi salah satu cabang rute cable system tersebut," katanya.
Selain itu, kata dia, rencana para pemain OTT Global untuk menggelar infrastruktur memasuki wilayah Indonesia membawa angin segar. Karena akan mendatangkan investasi dalam jumlah besar, dan menandakan potensi ekonomi Indonesia yang bernilai tinggi bagi mereka.
Namun, kata dia, disisi lain pemerintah tidak bisa serta merta menerima rencana pemain OTT Global ini dengan tangan terbuka tanpa mitigasi yang matang terhadap setiap dampak yang akan terjadi apabila rencana tersebut terimplementasi.
Saat ini, kata dia, para operator telekomunikasi semakin terjepit dengan tekanan para pemain OTT Global yang terus membanjiri pasar dengan beragam konten dan aplikasi yang notabene berdiri di atas infrastruktur yang dibangun operator lokal.
Dengan membangun jaringan sendiri, kata dia, para pemain OTT global dapat melepaskan ketergantungan dari operator telekomunikasi dan lebih leluasa dalam memberikan layanan bagi pelanggan. Bahkan bukan tidak mungkin, pemain OTT Global dapat memberikan layanan dengan harga yang jauh di bawah harga pasar.
"Kondisi tersebut dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat antara operator telekomunikasi lokal dengan pemain OTT Global dan berisiko mematikan industri telekomunikasi dalam negeri," katanya.
Sekretaris Jenderal Sekar Telkom, Imam Budi Santoso, Sekar menyatakan Panca Swara Kedaulatan Penyelenggaraan Telekomunikasi Nasional. Pertama, equal playing field dalam hal kontribusi ke pendapatan kas negara dalam bentuk pajak, retribusi, dan lain-lain.
Kedua, kata dia, konteks network sharing adalah keniscayaan dengan Asymetric scheme (B2B). Ketiga, harus ada tanggung jawab OTT player untuk ikut membangun daerah-daerah perintis (tidak terjangkau). Keempat, Kedaulatan NKRI dalam hal keamanan Data dan Informasi. Terakhir, harus ada Ketahanan ekonomi Nasional melalui keberpihakan Negara (dan Pemerintah) pada pemain OTT local dan operator Nasional.