Rabu 09 Sep 2020 15:50 WIB

Mengolah Tanaman Kelor Menjadi Aneka Pangan

Di Indonesia Tanaman Kelor banyak dibudidayakan di daerah NTT dan Jateng.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Daun kelor
Daun kelor

EKBIS.CO, JAKARTA -- Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman multifungsi yang memiliki nilai gizi tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga. Selain dapat diolah menjadi produk pangan, kelor juga bisa dimanfaatkan untuk kosmetik, industri, farmasi, dan lingkungan.

Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta, Yossi Handayani menerangkan, kelor merupakan tanaman asli di kaki pegunungan Himalaya bagian barat laut India yang kemudian menyebar luas hingga Afrika, Arab, Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia Tanaman Kelor banyak dibudidayakan di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Tengah.

Baca Juga

Kelor dikenal hampir di 82 negara dengan 210 nama berbeda. Di Indonesia penyebutan kelor di berbagai daerah juga berbeda-beda seperti moronggih (Madura), moltong (Flores), keloro (Bugis), ongge (Bima) dan barunggai (Sumatera).

Kelor sering disebut sebagai the miracle tree karena kandungan zat gizi dan nutrisinya cukup tinggi dan asam aminonya cukup lengkap. Kelor juga disebut sebagai mother best friends karena kandungan zat gizi mikro diantaranya zat besi, kalsium, fosfor, beta karotin, magnesium dan vitamin C yang cukup tinggi.

Menurut Yossi, kelor memiliki banyak manfaat karena memiliki  kandungan nutrizi dan sifat fungsional yang berkhasiat dan manfaat bagi kesehatan. Bagian yang digunakan tidak hanya daun, tapi kandungan gizi yang paling tinggi terdapat pada daun. Tepung daun kelor bisa menjadi suplemen gizi jika ditambahkan untuk produk pangan.

Kelor juga bersifat farmakologis diantaranya sebagai antimikroba, antijamur, anti kanker, antitumor hingga antihipertensi. "Kelor juga bermanfaat sebagai herbal medicine karena beberapa literatur menyebutkan hampir 300 penyakit bisa dicegah atau dikurangi gejalanya dengan terapi kelor," terang Yossi dalam keterangan resmi Balitbangtan Kementan, Rabu (9/9).

Ia mengatakan, salah satu penanganan kelor dan pengolahannya menjadi produk pangan telah dilakukan BPTP Jakarta. Hasil kajian kelor dilakukan BPTP Jakarta antara lain penanganan segar berupa penyimpanan skala rumah tangga.

“Penanganan segar kelor menggunakan kemasan strect film dan penggunaan suhu dingin di kulkas bisa memperpanjang daun segar kelor selama 4 hari masih layak untuk dikonsumsi,” terang Yossi.

Selanjutnya, pengolahan kelor melalui pembuatan bahan sediaan yaitu tepung kelor dan aplikasi kelor pada produk olahan. Tepung kelor memiliki keunggulan antara lain umur simpan menjadi lebih lama, lebih praktis dan mudah diaplikasikan pada produk olahan.

Pembuatan tepung kelor membutuhkan proses pengeringan daun kelor yang bisa dilakukan di bawah matahari menggunakan naungan (plastik UV atau kain) dengan lama waktu bervariasi.

Pengeringan bisa dilakukan di ruangan dengan suhu sekitar 35-450C selama 3-4 hari atau menggunakan mesin pengering pada suhu sekitar 500C selama 5 jam. Yossi mengungkapkan, daun kelor yang sudah kering cirinya jika dikepal akan hancur.

Lebih lanjut Yossi menerangkan, proses pembuatan tepung kelor di BPTP Jakarta adalah dengan melakukan pemisahan daun kelor segar melalui sortasi.

Pembuatan tepung kelor sebaiknya menggunakan daun yang sudah agak tua. Daun kelor dicuci dan ditiriskan untuk mengurangi air pencucian. Setelah itu, daun kelor ditaruh di rak lemari untuk dikeringkan pada suhu 47-500C selama 5 jam hingga daun menjadi kering. Selanjutnya ditepungkan dan diayak menjadi tepung kelor.

“Pengeringan dengan matahari akan mengubah warna daun kelor menjadi coklat. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering warna daunnya masih bisa dipertahankan,” terangnya.

Beberapa produk pangan berbahan kelor yang dihasilkan BPTP Jakarta diantaranya es krim, puding, smoothies, cendol Mojang (moringa jagung), nugget kelor, dan lain-lain. Aplikasi kelor pada produk pangan ini bisa dilakukan menggunakan tepung kelor atau daun kelor segar.

Namun, kata dia, aplikasi kelor dalam produk pangan harus memperhatikan tingkat kesukaan atau preferensi konsumen. “Biasanya kami uji ke beberapa panelis untuk diuji dari warna, aroma, rasa dan teksturnya sehingga produk yang kita hasilkan memang disukai,” pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement