EKBIS.CO, TOKYO -- Ekspor Jepang membukukan penurunan dua digit selama enam bulan berturut-turut pada Agustus. Pengiriman ke Amerika Serikat (AS) yang menyusut karena tekanan permintaan global akibat pandemi Covid-19 menjadi faktor utamanya. Realisasi ini berpotensi menghambat pemulihan ekonomi Jepang yang biasa didorong oleh sektor perdagangan.
Penurunan ekspor menjadi tugas besar yang harus dihadapi Perdana Menteri baru, Yoshihide Suga. Ia harus mampu mendorong pemulihan ekonomi di tengah tekanan eksternal maupun internal.
Seperti dilansir di Reuters, Rabu (16/9), ekspor Jepang turun 14,8 persen pada Agustus dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Kontraksi ini lebih kecil dibandingkan perkiraan dalam jajak pendapat Reuters, 16,1 persen.
Dengan realisasi tersebut, ekspor Jepang sudah mengalami penurunan selama 21 bulan berturut-turut, hampir menyetarai rekor penurunan terpanjang selama 23 bulan hingga Juli 1987. Sebelumnya, pada Juli, ekspor Jepang menyusut 19,2 persen.
Penurunan pada Agustus didorong dengan lebih sedikitnya pengiriman mobil dan bahan bakar mineral. Tapi, laju kontraksi yang lebih landai dibandingkan Juli menunjukkan, aktivitas ekonomi mulai mengalami tanda-tanda peningkatan.
Ekonom Jepang di Capital Economics Tom Learmouth mengatakan, ekspor pada peralatan listrik masih cukup baik, hanya turun 5,5 persen dibandingkan Agustus 2019. Permintaan yang kuat terhadap komoditas digital dan terkait Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) seiring dengan peningkatan Working From Home (WFH) menjadi penyebabnya.
"Tapi, volume ekspor mungkin tidak mencapai tingkat sebelum adanya virus sampai awal 2022," katanya, dalam sebuah catatan.
Suga, yang memenangkan pemilihan kepemimpinan Partai Demokrat Liberal (LDP) pada Senin (14/9), akan menghadapi tantangan besar untuk mengembalikan ekonomi ke jalurnya. Terlebih, ekonomi Jepang telah mencatatkan kontraksi terburuk pascaperang pada kuartal II.
Berdasarkan wilayah, pengiriman ke Amerika Serikat, yang merupakan pasar utama Jepang, turun 21,3 persen hingga Agustus. Ini disebabkan penurunan suku cadang mesin dan mesin konstruksi.
Sementara itu, ekspor ke China, mitra dagang terbesar Jepang, naik 5,1 persen pada Agustus dibandingkan tahun lalu. Kinerja yang masih positif ini masih didukung dengan peningkatan tajam dalam pengiriman semikonduktor, menurut data. Realisasi ini menandai kenaikan bulanan kedua berturut-turut, yang menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan produksi.
Di sisi lain, ekspor Jepang ke negara Asia lainnya turun 7,8 persen karena penurunan ekspor produksi besi dan baja.
Secara keseluruhan, impor turun 20,8 persen pada Agustus. Realisasi tersebut lebih dalam dibandingkan perkiraan median, yakni turun 18 persen. Sebagai hasilnya, neraca perdagangan Jepang surplus 248,3 miliar yen (2,36 miliar dolar AS), jauh membaik dibandingkan estimasi median, defisit 37,5 miliar yen.