EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Pemantauan Program dan Kinerja, Sekretariat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Gandy Setiawan melihat rendahnya literasi ekonomi syariah disebabkan karena ekonomi dan keuangan syariah belum menjadi gerakan nasional. "Seluruh potensi yang ada di Indonesia belum dikerahkan semua untuk tumbuh kembangnya ekonomi dan keuangan syariah," kata Gandy.
Gandy menambahkan, banyak masyarakat yang menganggap prosedur yang terdapat dalam ekonomi dan keuangan syariah rumit. Sehingga, untuk memanfaatkan ekonomi dan keuangan syariah itu masih menjadi pilihan kedua.
"Mereka karena sudah terbiasa dengan konvensional yang memberi kemudahan dan kenyamanan, jadi malas untuk migrasi ke syariah," kata Gandy.
Untuk itu, peran ulama dan pemangku kepentingan sangat penting untuk mendorong percepatan ekonomi dan keuangan syariah agar bisa berkembang lebih cepat lagi. Hal tersebut turut diamini Kepala Grup Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia, Prijono.
Menurut Prijono, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah perlu melibatkan semua pihak dan harus dilakukan bersama-sama. Di sisi lain, edukasi dan sosialisasi terus menerus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.
"Pemahaman juga menjadi faktor yang sangat penting. Bisa jadi penggunaan istilah di ekonomi dan keuangan syariah kurang familiar oleh sebagian masyarakat," ujar Prijono.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat menilai, penting bagi ekonomi syariah Indonesia memiliki brand. Tanpa brand, ekonomi syariah akan berkembang lebih lambat. Hal ini dipicu rendahnya pemahaman masyarakat terhadap ekonomi syariah.
"Sehingga kesadaran dan minat masyarakat untuk menggunakan ekonomi syariah pun semakin berkurang," kata Emir.
Dengan adanya branding ekonomi syariah, Emir mengatakan, tingkat literasi ekonomi syariah ditargetkan bisa meningkat hingga 25 persen di 2021. Sedangkan pada 2024 mendatang, tingkat literasi ekonomi syariah diprediksi bisa menyentuh angka 48 persen.