EKBIS.CO, JAKARTA -- Meski berpotensi tumbuh pesat, sejumlah tantangan harus dijawab pelaku industri perbankan syariah saat ini. Salah satunya, perbankan syariah harus terus menggencarkan upaya meningkatkan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat.
Ekonom dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan 2015-2020, Fauzi Ichsan menambahkan, tantangan perbankan syariah di Indonesia setidaknya ada beberapa faktor baik saat pandemi maupun umumnya. Seperti talenta yang terbatas sehingga kompetisi dengan bank konvensional sedikit tertinggal.
"Namun saat ini terlihat menunjukkan tren perbaikan yang terus meningkat," kata dia.
Jaringan cabang bank syariah juga menjadi tantangan dengan perbandingan 1:9. Ini bisa diatasi dengan digitalisasi sehingga bank syariah harus mengembangkan skema bank digital atau open banking untuk pemerataan akses.
Ia memandang beberapa bank syariah sudah mengembangkan digital banking dengan baik, bahkan lebih robust daripada bank konvensional. Namun demikian, masih perlu simplifikasi proses sehingga mampu bersaing dengan konvensional.
Selain itu, bank syariah perlu terus memperbaiki struktur DPK, sehingga jumlah debitur sehat yang menjadi nasabah terus meningkat. Skema akad dan inovasi produk juga perlu terus dikembangkan untuk menunjukan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki bank konvensional.
Misal, DPK mudarabah yang diperlakukan sebagai simpanan di neraca bank. Sementara di banyak yuridiksi syariah dana mudarabah diperlakukan seperti reksa dana dan di luar neraca bank. Ini memungkinkan juga mendapat insentif.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Toni EB Subari mengatakan rasio inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat terus menjadi tantangan. Secara konsep layanan yang ditawarkan perbankan syariah jelas berbeda dengan bank konvensional sehingga perlu penjelasan berkelanjutan.
"Bisnis perbankan syariah selain mencari keuntungan juga berpegang teguh pada prinsip keuangan berkelanjutan yang mengutamakan pengembangan manusia, alam," katanya.
Perbedaan lainnya, setiap laba bersih bank syariah sudah dipotong zakat 2,5 persen. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan bank syariah dalam meraih keuntungan, serta membawa manfaat bagi masyarakat.
Contoh, pada 2019 lalu Mandiri Syariah menyalurkan zakat sebesar Rp 44 miliar dari keuntungan yang diperoleh. Konsep ini menjadi relevan di masa pandemi karena sangat menjunjung keadilan, seimbang, dan membawa kemaslahatan.