Senin 05 Oct 2020 17:53 WIB

Ini Cara Pemerintah Bikin Garam Rakyat Naik Kelas

Pemerintah akan menggunakan teknologi washing plant dan rejected brine.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Fuji Pratiwi
Petambak memanen garam di Losarang, Indramayu, Jawa Barat (ilustrasi). Pemerintah menyiapkan dua cara untuk meningkatkan kualitas garam dalam negeri.
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA FOTO
Petambak memanen garam di Losarang, Indramayu, Jawa Barat (ilustrasi). Pemerintah menyiapkan dua cara untuk meningkatkan kualitas garam dalam negeri.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah punya pekerjaan rumah untuk membuat garam rakyat bisa diserap industri nasional. Kualitas garam rakyat memang selama ini tidak bisa memenuhi standar industri karena kadar NaCl-nya yang rendah.

Kadar NaCl pada garam rakyat produksi dari pengeringan air laut hanya berkisat 88-90 persen. Sementara industri mengharuskan di atas 97 persen. 

Baca Juga

Demi membuat garam rakyat naik kelas dan bisa diserap industri inilah, pemerintah menyiapkan dua strategi berbasis teknologi. Teknologi yang disiapkan nantinya mampu menaikkan kadar NaCl garam rakyat menjadi 98 persen sehingga mampu diterima oleh industri nasional, terutama petrokimia dan aneka pangan. 

Teknologi pertama berupa washing plant atau peningkatan kadar NaCl melalui pendirian pabrik garam industri terintegrasi. Pabrik-pabrik baru akan didirikan di dekat lahan tambak garam petani agar seluruh produksinya bisa langsung diolah. Di pabrik itu lah, teknologi washing plant akan diterapkan untuk menaikkan kadar NaCl menjadi 92 persen. 

Karena kadarnya masih di bawah standar industri, BPPT ikut menyumbang teknologi baru yang juga akan diimplementasikan dalam pabrik garam industri terintegrasi. Melalui instalasi yang dibangun nanti, kadar NaCl bisa dinaikkan dari 92 persen menjadi 98 persen. 

"Harus ada konsep garam industri terintegrasi. Terintegrasi dari lahan petaninya sampai kepada pabrik pengolahan peningkatan NaCl-nya," ujar Menteri Riset dan Teknologi / Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (5/10). 

Setiap unit pabrik garam industri terintegrasi, ujar Bambang, memerlukan investasi Rp 40 miliar dengan kapasitas produksi mencapai 40 ribu ton per tahun. Artinya, dengan membangun sekitar 15 unit pabrik di sentra produksi garap, maka akan dihasilkan sekitar 600 ribu ton garam rakyat yang sudah naik kelas menjadi garam industri. Angka tersebut mampu menutup kebutuhan impor untuk industri aneka pangan. 

Teknologi kedua yang disiapkan adalah memanfaatkan rejected brine atau limbah larutan garam jenuh dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pemerintah memiliki teknologi untuk mengolah larutan tersebut menjadi garam dengan kadar NaCl tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri petrokimia, seperti kaca dan kertas.

Pilot project yang disiapkan adalah PLTU di Banten dengan kapasitas produksi 100 ribu ton garam industri per tahun. Banten dipilih karena industri yang menyerap garam industri juga berada provinsi tersebut. 

"Kalau percontoha ini berhasil, maka kita akan perluas kapasitasnya dan menambah PLTU yang rejected brine-nya tidak dibuang ke laut, tetapi diolah menjadi garam," kata Bambang. 

Garam industri yang dihasilkan dari larutan limbah PLTU ini diharapkan bisa menutup impor 2,3 juta ton garam industri per tahun. Meskipun, Bambang mengakui nilai investasinya memang lebih mahal.

"Tapi kami melihat substitusi impornya akan cukup besar dan bisa benar-benar mengurangi ketergantungan kita terhadap impor garam industri," ujar Bambang. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement