EKBIS.CO, JAKARTA – Dalam situasi pandemi saat ini semua pihak disarankan harus saling mendukung proses restrukturisasi untuk menjaga kelangsungan usaha dan likuiditas pelaku usaha guna menunjang keberlangsungan ekonomi negara.
Hal ini merupakan rekomendasi webinar dengan topik relevansi Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di era pandemi Covid-19 yang digelar di Jakarta, Ahad (18/10).
Webinar yang digelar Organisasi Restructuring and Insolvency Chamber Indonesia (RICI) ini, melibatkan narasumber dari pelaku usaha, perbankan, dan praktisi hukum.
Webinar yang melibatkan ratusan peserta tersebut, membahas tentang kondisi yang dihadapi beberapa sektor usaha di masa pandemi Covid-19, dan bagaimana pihak-pihak menjaga likuiditas kegiatan usahanya.
"Dalam kondisi pandemi saat ini, penerapan konsep PKPU yang tertuang dalam UU Nomer 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU harus diutamakan untuk melakukan restrukturisasi daripada proses kepailitan," ungkap Ketua Umum RICI, Alfin Sulaiman, dalam keterangan persnya di Jakarta, Ahad (18/10).
Dalam arti positif, Alfin melanjutkan, PKPU menjadi ruang restrukturisasi bagi debitur dengan para kreditornya terhadap utang yang memang tidak atau sulit dibayar saat jatuh tempo pada masa pandemi Covid-19 saat ini.
"Karena itu semua pihak harus saling mendukung proses restrukturisasi guna menunjang keberlangsungan ekonomi negara," tambah Alfin yang juga merupakan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Selatan itu.
Sekretaris Jenderal RICI Harvardy M Iqbal, mengatakah, organisasi RICI hadir sebagai forum komunikasi dan wadah dari seluruh pelaku kegiatan restrukturisasi, baik pelaku usaha, perbankan, profesi penunjang seperti akuntan, //financial advisor//, //tax consultant//, praktisi hukum dan keuangan, kurator, maupun pemerintah dan badan peradilan.
Senior VP SAM Bank Mandiri, Dedy Teguh Krisnawan, yang menjadi narasumber dalam webinar ini, menyampaikan, perbankan cenderung memberikan kesempatan kepada debitor untuk melakukan langkah restrukturisasi di luar pengadilan dibandingkan mengambil langkah hukum litigasi di era pandemi.
"Hingga periode Agustus 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit debitor terdampak Covid-19 dengan jumlah Rp 119,3 triliun yang berasal dari 545.692 debitor," ungkap Dedy.
Pengurus Hipmi Jaya, Reza Octavian, menyampaikan, pengusaha masih optimistis pandemi Covid-19 segera berakhir dan melakukan upaya maksimal untuk mencegah tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Namun, kata dia, pengusaha juga meminta pemerintah mempertimbangkan pemberian keringanan beban pajak yang wajib di tanggung pengusaha khususnya terhadap sektor-sektor yang sangat terdampak.
"HIPMI Jaya prihatin dengan banyaknya permohonan pailit maupun PKPU yang menanjak jumlahnya di era pandemi dan mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi Undang-undang Kepailitan dan PKPU khususnya terhadap syarat insolvency test untuk mengajukan permohonan pailit dan PKPU," tutur Reza.
Praktisi hukum GP Aji Wijaya mengatakan, UU Kepailitan dan PKPU masih terdapat beberapa kelemahan terutama terkait dengan dapat atau tidaknya debitor yang sudah masuk dalam PKPU dan membuat proposal restrukturisasi kemudian karena kondisi pandemi melakukan revisi perubahan kembali terkait proyeksi proposal restrukturisasinya.
"Kemudian pihak-pihak terkait khusus nya perbankan belum ada penyeragaman sikap terkait status kolektabilitas debitor yang sudah masuk dalam restrukturisasi melalui penundaan kewajiban pembayaran utang," imbuhnya.
Oleh karena itu, Aji juga mendorong agar Mahkamah Agung membuat suatu peraturan yang sifatnya temporer guna mengantisipasi melonjaknya permohonan kepailitan dan PKPU. "Sehingga dapat mendorong penyelesaian restrukturisasi melalui PKPU secara maksimal untuk mencegah banyaknya perusahaan atau individu yang masuk ke dalam jurang kepailitan," katanya.