Senin 19 Oct 2020 19:03 WIB

2021, Indonesia Diproyeksi Masuk 5 Besar Pengerek PDB Global

Kontribusi ekonomi Indonesia terhadap PDB global diperkirakan sebesar 2,9 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA – Indonesia diproyeksikan masuk dalam lima besar negara yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun depan. Kontribusi ekonomi Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global diperkirakan sebesar 2,9 persen, di atas Prancis dan Inggris yang masing-masing di level 2,6 persen.

Perkiraan tersebut disampaikan Bloomberg yang dianalisa dari data IMF dengan menggunakan metode Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli. Dengan metode ini, IMF menghilangkan perbedaan tingkat harga antar ekonomi.  dianggap lebih apple to apple dibandingkan metode sebelumnya, Market Exchange Rates (MER).

Baca Juga

Bahkan, pada 2025, Indonesia akan menjadi kontributor terbesar keempat ke ekonomi global, melampaui Jerman yang semula berada di posisi keempat. Seperti dilansir dari Bloomberg Quint, Jumat (16/10), kontribusi ekonomi Indonesia diproyeksikan capai 3,5 persen terhadap PDB global.

Peneliti ekonomi senior dari Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menyebutkan, proyeksi tersebut dapat saja direalisasikan dengan memanfaatkan amunisi utama Indonesia. Amunisi itu adalah konsumsi rumah tangga dari jumlah masyarakat Indonesia yang banyak.

"Bisa saja (terjadi), jika ekonomi Indonesia pulih, pemulihannya terbantu oleh konsumsi dari populasi kita yang besar," katanya, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/10).

Eric mengatakan, situasi tersebut sama dengan kasus China dan India. Dalam laporan Bloomberg, China menduduki peringkat pertama dari sisi kontribusi ke PDB dunia, yaitu 26,8 persen pada 2021 dan 27,7 persen pada 2025.

Sementara itu, India mengalami akselerasi yang cepat. Pada tahun depan, kontribusinya diperkirakan 10,2 persen terhadap PDB global yang membuatnya menduduki peringkat ketiga. Empat tahun kemudian, share India adalah 13 persen yang menempatkannya di posisi kedua sebagai negara dengan kontribusi terbesar ke ekonomi global.

Melihat ekonomi yang bertumpu pada konsumsi, Eric menyebutkan, pemerintah harus fokus pada pemulihan sisi permintaan dari ekonomi. Daya beli masyarakat yang sudah lemah sejak kenaikan harga administered price dalam lima tahun terakhir, semakin diperburuk dengan pandemi. "Covid-19 memperparah pelemahan daya beli masyarakat," ujarnya.

Salah satu hal yang bisa dilakukan, mengakselerasi penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar dampak kebijakan fiskalnya ke masyarakat bisa lebih optimal.

China Lampaui AS

Laporan Bloomberg juga memperlihatkan, pandemi Covid-19 akan menghasilkan pergeseran tren dari dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China. Sementara kontribusi China semakin naik, kondisi sebaliknya terjadi dengan Negeri Paman Sam.

"Pandemi Covid-19 menghasilkan perubahan yang lebih besar ke pertumbuhan global, mendorong Cina ke garis yang lebih depan," tulis laporan Bloomberg, seperti dikutip Republika.co.id.

Pada 2021, peranan ekonomi China terhadap ekonomi global diprediksi berada pada level 26,8 persen, sementara AS di 11,6 persen. Sementara itu, pada empat tahun kemudian, kontribusi China naik menjadi 27,7 persen terhadap PDB global. Pada waktu yang sama, share AS hanya 10,4 persen.

Eric mengatakan, pergeseran dominasi ekonomi dunia ini pastinya memberikan dampak ke ekonomi indonesia. Khususnya dari sisi perdagangan, mengingat China merupakan mitra utama dagang Indonesia.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi China mencapai 19,75 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia pada periode januari-September 2020. Pada periode yang sama, peranan China terhadap total impor Indonesia sebesar 33,73 persen. "Jadi, dari perdagangan pasti nanti berdampak," ujar Eric.

Selain itu, penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment/ FDI) ke China juga berpotensi tumbuh ke Indonesia. Secara kumulatif, FDI Cina memang masih belum menggeser Singapura, Jepang dan Uni Eropa. Tapi, share China terhadap total FDI terus naik.

FDI tersebut kebanyakan disalurkan ke sektor energi, pertambangan dan infrastruktur. Artinya, ketika investasi China tumbuh, pemulihan di sektor tersebut juga dapat semakin cepat. "Sedangkan, dalam portofolio investment, tidak banyak investasi dari China," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement