EKBIS.CO, CIAMIS -- Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi menyatakan beberapa negara maju bertumpu pada sektor pertanian. Seperti Amerika Serikat yang memiliki lahan jagung dan kentang jutaan hektar.
Oleh karena itu ia mendorong korporasi petani agar pertanian maju dan modern."Semua negara maju bertumpu pada pertanian. Lihat Amerika, Rusia dan China. Mereka pastikan dulu pangan rakyat terpenuhi, untuk meraih capaian suksesnya saat ini sebagai negara maju," kata Dedi Nursyamsi saat kunjungan kerja di Kabupaten Ciamis, Jabar pada Sabtu (17/10).
Dedi Nursyamsi menyebut sukses sejumlah negara di Timur Tengah, kini hijau setelah manfaatkan arang dari batok kelapa menjadi filter penjernih air. Fungsi lain, menyimpan air di dalam tanah. Padang pasir berhasil 'disulap' menjadi lahan pertanian.
"Lihat di sini. Batok kelapa dibiarkan berserakan. Timur Tengah tidak punya pohon kelapa seperti Indonesia. Mereka harus impor. Peluang emas bagi petani Ciamis mengolah jadi komoditas ekspor," katanya.
Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian - Kementerian Pertanian RI (BPPSDMP) hadir di Ciamis bersama Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat; Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, S Budi Wibowo; dan Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan BPPSDMP) Leli Nuryati.
Dedi mengingatkan para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Pamarican dan BPP Sindang Kasih, pelaksana digitalisasi pertanian Komando Strategis Pembangunan Pertanian (KostraTani) berperan mendampingi dan mengawal hadirnya petani maju, mandiri dan modern."Petani harus untung. Jangan biarkan pedagang dan middle men yang untung," katanya lagi.
Dedi pun mengutip arahan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo seperti diinstruksikan Presiden RI Joko Widodo bahwa pertanian Indonesia ke depan harus berbasis korporasi dimana semua dikelola dengan manajemen profesional.
"Petani tidak lagi sendiri-sendiri. Korporasi petani yang akan menjaga setiap anggota mendapat laba yang sama. Bilamana merugi, risikonya dibagi ke seluruh pemegang saham, sehingga kerugian tidak terasa," kata Mentan.
Dedi Nursyamsi mengajak petani Ciamis maupun seluruh Indonesia jangan lagi menjual hasil panen dalam bentuk mentah. Proses dan olah dahulu menjadi produk olahan bernilai tambah, sehingga hasilnya menguntungkan petani setelah dilepas ke pasaran.
"Bayangkan, petani jual gabah, harganya Rp 4.000 sekilo. Harus tunggu tiga sampai empat bulan untuk panen. Selama itu pula seluruh risiko kebanjiran, kekeringan, hama penyakit ditanggung petani sendirian," katanya.
Setelah petani membentuk korporasi, maka saham yang dikumpulkan dapat digunakan membeli rice milling unit (RMU) dan mesin pengering (dryer). Hasil panen diolah dulu di RMU dan dryer kemudian dikemas menjadi beras premium seharga Rp 15.000, berarti petani meraih laba empat kali lipat dari sekadar menjual gabah.
"Faktanya saat ini, petani masih jual gabah. Pedagang raih untung berlipat ganda dalam hitungan hari. Tanpa risiko kerugian berbulan-bulan seperti ditanggung petani. Penyuluh harus mampu mengubah mindset petani." kata Dedi mengakhiri arahannya di BPP Pamarican, Ciamis.