EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengembangan kawasan pedesaan menjadi topik penting yang selalu disebutkan Presiden Jokowi di berbagai kesempatan. Pendekatan korporasi adalah satu strategi yang sedang dikembangkan Pemerintah untuk memberdayakan masyarakat desa. Tak luput dengan sektor pertanian yang mendominasi pedesaan, menjadi tugas bersama pemerintah untuk mencari konsep yang sesuai.
Direktur Jenderal Pengembangan Kawasan Perdesaan, Harlina Sulistyorini melalui webinar pada hari Rabu (4/11) menggandeng Kemenko Perekonomian dan Kementerian Pertanian membahas konsepsi korporasi yang tepat untuk pertanian. Menurut Harlina saatnya untuk mensosialisasikan dan mengimplementasikan korporasi pertanian di wilayah pedesaan. Saat ini ia menyebut sudah ada beberapa cluster korporasi yang tengah dikembangkan seperti halnya korporasi padi di Karanganyar dan pertanian organik.
Pada kesempatan tersebut, Deputi II Kemenko Perekonomian Musdalifah menyebut sistem pangan bisa berkelanjutan dengan membangun korporasi petani dan nelayan di sumber ekonomi pangan. “Perlu menyiapkan kebijakan operasional yang dibutuhkan, mengkoporasikan petani dengan peningkatan kapasitas usaha daya saing dari hulu dan hilir,” ungkapnya.
Musdalifah berharap bisa cepat transformasi ekonomi di pedesaan. Kesejahteraan yang tadinya rendah karena petani biasanya sendiri-sendiri, skala kecil, biaya tinggi, kualitas rendah, pemasaran tradisional, dengan transformasi bisa pengalihan ekonomi pedesaan menjadi lebih baik dengan integrasi hulu hilir yang modern efisien, pemanfaaatan teknologi dan dukungan permodalan
Konsep korporasi dilakukan dengan peningkatan skala usaha hulu hilir dengan teknologi dan kemitraan. “Akan ada pemetaan produk seperti one product one village, kemudahan akses pembiayaan, dan perlu diversifikasi produk. Kemitraan kita dorong karena petani adalah owner usahanya. Pembangunan logistik harus mulai diperhatikan karena memang kita masih sangat kurang sekali fasilitas logistik dan cold storage,” papar Musdalifah.
Di tempat sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyampaikan korporasi bisa dijalankan dari hulu sampai hilir atupun di hilirnya saja. Ia mencontohkan seperti halnya Kawasan korporasi yang sudah berjalan seperti padi di Indramayu 10.000 ha, jagung di Lombok 7.000 ha dan jagung Tuban seluas 560 ha.
“Arahan Presiden sudah 2,5 tahun yang lalu maka kami sudah merancang program pengembangan kawasan tanaman pangan berbasis korporasi, atau biasa kami sebut propaktani sudah ada uji coba sejak tahun lalu,” kata Suwandi.
Menurutnya, inti dari korporasi adalah wadah yang memayungi aktivitas petani. Lembaga ini berbadan hukum. Kelembagaan yang dulunya sebagai poktan ataupun gapoktan naik kelas jadi korporasi, namun begitu lembaga petani tetap ada tapi dipayungi sebagai korporasi.
Konsep korporasi petani menurutnya semestinya bisa melayani input secara efisien seperti benih, pupuk, melayani permodalan sehingga bisa akses KUR, melayani pemasaran menjadi 1 unit dan hilirisasi produk. “Setiap korporasi harus mampu menghitung berapa efisiensi biaya dan hasil yang diperoleh, harus mampu membuat jaringan bermitra dengan industri pupuk, produsen benih, alsin, serta harus melayani kredit KUR,” tandas Suwandi.
Suwandi berharap korporasi dapat menjadi peradaban manajemen pertanian yang baru. Menciptakan efiensi dengan mekanisasi, benih harus unggul, pupuk pestisida kembali ke organik, integrated farming serta tidak ada monokultur lagi.
"Nilai tambahnya diperoleh dari hilirisasi, sedangkan proses budidaya dan industri agar menggunakan mekanisasi dan perangkat IT," demikian ungkap Suwandi menutup pembicaraan.