EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja memproyeksikan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di zona negatif pada kuartal keempat, yaitu di level minus 0,30 persen dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy). Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia tumbuh di level kontraksi 1,5 persen sepanjang 2020.
Proyeksi ini dengan melihat tingkat mobilitas masyarakat Indonesia dan perkembangan Covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih diberlakukan, mengakibatkan mobilitas masyarakat terhambat. Meski aktivitas belanja bahan makanan sudah meningkat, mobilitas di tempat retail dan rekreasi masih stagnan seperti di level Juni.
Pertumbuhan positif baru bisa dirasakan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun depan. Tapi, proyeksi ini baru bisa tercapai dengan didorong oleh ketersediaan vaksin, kemampuan beradaptasi dalam hidup di tengah pandemi Covid-19 dan 'balas dendam' konsumsi masyarakat.
"Kita harapkan ekonomi Indonesia bisa kembali ke zona pertumbuhan positif pada kuartal pertama 2021, mengarah ke pertumbuhan tahunan 4,3 persen secara full year," ujar Enrico dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (6/11).
Enrico menilai, ekonomi Indonesia kini sebenarnya sudah memasuki masa pemulihan, tergambarkan dari pertumbuhan positif secara kuartalan pada kuartal ketiga. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (5/11), ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen dibandingkan kuartal kedua.
Hanya saja, jika dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, ekonomi masih mengalami kontraksi. Penurunannya mencapai minus 3,49 persen (yoy).
Enrico menyebutkan, akselerasi pemulihan masih dipenuhi dengan ketidakpastian. Semuanya bergantung pada tingkat penyebaran Covid-19 di seluruh Indonesia dan penegakan protokol kesehatan yang efektif. Hal ini akan menentukan seberapa ketat pembatasan sosial di seluruh provinsi yang menentukan kinerja ekonomi nasional.
Selain itu, vaksinasi yang aman dan efektif sehingga bisa didistribusikan nasional juga pasti memberikan pengaruh kepada ekonomi makro maupun riil. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi faktor berikutnya. "Seberapa efektif pencairan dana PEN dan kecenderungan masyarakat untuk membelanjakannya," tutur Enrico.
Enrico menekankan, masih ada beberapa risiko penurunan (downside risk) terhadap pemulihan ekonomi. Khususnya mengenai ketidakpastian terkait penyebaran Covid-19.
Dari data UOB Indonesia yang merujuk pada situs Covid.go.id, puncak kenaikan kasus harian sebenarnya sudah terjadi pada Oktober. Tapi, perlu diperhatikan bahwa infeksi masih berpotensi terus menyebar, berkaca dari gelombang kedua bahkan ketiga di negara maju seperti Eropa dan Amerika.
Faktor risiko lainnya, aktivitas manufaktur yang masih terhambat dan berpotensi berada di level kontraksi pada November dan Desember. Hal ini terlihat dari PMI manufaktur Indonesia yang masih berada di level 47,8 atau di level kontraksi. "Ini bisa diterjemahkan menjadi output ekonomi yang lebih rendah selama beberapa kuartal berikutnya," ucap Enrico.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, hampir semua sektor mencatatkan perbaikan atau turning point yang menggambarkan titik balik pemulihan ekonomi Indonesia. Realisasi ini dinilainya dapat memberikan harapan besar untuk terus memperbaiki ekonomi dari sisi produksi.
"Kuartal ketiga menunjukkan, the worst is over atau hal paling buruk, dampak terburuk dari Covid-19 di kuartal kedua sudah terlewati dan sekarang sudah tahap pemulihan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/11).