EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri berbasis pertanian sangat potensial dikembangkan untuk ketahanan pangan nasional. Hal ini menjadi topik pembahasan utama dalam rangkaian acara FGD Konsolidasi BUMN Pangan, pada Kamis (12/11) di Jakarta. Pada kesempatan tersebut Wakil Menteri BUMN I Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa konsolidasi pangan sangat diperlukan utamanya melalui kerja sama dan sinergi yang lebih kuat membangun sektor pangan.
Saat ini sedang dibentuk konsolidasi penataan BUMN klaster pangan, dengan menyusun strategi penguatan industri pangan. Budi berharap perlunya sinergitas dengan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memperkuat peran BUMN mendukung program kedaulatan pangan yang menjadi fokus utama Presiden Jokowi saat ini.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Suwandi yang menjadi narasumber pada acara tersebut menyampaikan bahwa Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menetapkan ada lima cara bertindak Kementan untuk memastikan ketercukupan pangan. Yaitu peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern dan gerakan tiga kali lipat ekspor. Kelima hal tersebut menurut Suwandi bisa menjadi peluang untuk dikerjasamakan dengan BUMN Pangan.
Terkait komoditas unggulan ekspor, saat ini favorit ekspor tanaman pangan adalah porang dan kacang hijau, termasuk juga beras khusus. Kemudian selain bentuk produk ada juga teknologi mekanisasi seperti drone benih, panen dengan combine harvester, serta pengolahan dengan pasar online. “Ini kita semua membutuhkan kerja sama, silahkan berpartisipasi,” ujarnya.
Suwandi menyampaikan dukungan yang bisa dibantu BUMN bisa dari aspek hulu sampai hilir, semua bisa menjadi pilihan. “Aspek hilir terutama pascapanen penting harus dibutuhkan combine harvester, RMU dan dryer,” ujarnya.
Ada beberapa hal yang menarik untuk dikerjasamakan dengan BUMN. Seperti contohnya porang yang telah ekspor 14 ribu ton tahun ini, sangat perlu hilirisasinya. Selain itu juga saat ini Kementan sedang menjajaki pemenuhan jagung rendah aflatoksin dengan industri.” Ini menjadi hal yang menarik untuk kita kembangkan bersama,” ujar Suwandi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim menanggapi peluang yang bisa ditangkap terkait industri pangan. Beberapa peluang yang bisa dikembangkan seperti pemenuhan jagung rendah aflatoxin. “Saat ini impornya mencapai 1,1 juta ton, dan ini prospek sangat bagus dengan adanya inisiasi Kementan dikerjasamakan dengan industri pengguna, kata Abdul Rochim.
“Saya kira sangat tepat. Kuncinya bagaimana di dekat sentra-sentra jagung tersebut ada dryer pengering dan silo, karena kalau lebih dari empat jam tidak dikeringkan akan tinggi aflatoxinnya,” tambahnya.
Kemudian ia juga menyebut peluang gandum yang saat ini sangat besar nilai impornya, dengan adanya rogpram RPJM terkait sagu bisa dipertimbangkan menjadi komoditas substitusi. “Penjelasan sebelumnya bahwa ada lahan lima juta hektar yang belum termanfaatkan bisa menjadi peluang mengembangkan sagu sebagai substitusi terigu,” sebut Abdul Rochim
Kemudian ada pula peluang komoditas beras pecah. Banyak pelaku usaha yang menjual beras premium akan memisahkan bagian beras pecah. Dan beras pecah ini dibutuhkan untuk industri etanol dan tepung beras. Sangat bisa menjadi peluang untuk bahan baku industri
Terakhir, Abdul Rachman menyebut beberapa komoditas yang punya peluang dikembangkan untuk industri seperti bungkil sawit untuk substitusi impor bungkil kedelai, penyediaan gula raw serta peluang menyediakan susu segar yang baru 20 persen dipenuhi dari dalam negeri.