REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Pesatnya pembangunan jalan bebas hambatan atau tol, telah mendorong meningkatnya sistem pembayaran transportasi nasional. Setiap tahunnya, bisnis ini rata-rata tumbuh 20 persen. Dalam dua tahun ke depan, nilai pengadaan sistem pembayaran transportasi jalan tol diprediksi mencapai Rp 4 triliun.
Per akhir 2019, panjang jalan tol di Indonesia mencapai 2.093 kilometer (km), naik tajam dari 2014 sepanjang 795 km. Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan panjang jalan tol mencapai 18 ribu km. Adapun selama 2020-2024, akan dibangun tol baru sepanjang 2.500 km. Ada potensi bisnis dari penggantian (replacement) perangkat senilai Rp 2 triliun.
Direktur Utama PT Delameta Bilano, perusahaan teknologi sistem transportasi berbasis riset dalam negeri, Tri Bayu Wicaksono menuturkan pembangunan jalan tol masih terus bergulir di tengah pandemi Covid-19. Total panjang tol Indonesia masih kalah dari negara-negara Asia lainnya. Contohnya, panjang tol di Tiongkok sudah mencapai 15 ribu km.
Tol yang sudah masuk tahap persiapan dan sudah digambar mencapai 5.000 km, di mana yang sudah dibangun 2.000 km. Adapun sisanya masih dalam tahap perencanaan. "Melihat data itu, potensi bisnis sistem pembayaran transportasi sangat besar. Apalagi, ada bisnis replacement, karena biasanya perangkat harus diganti setelah masa pakai lima tahun," kata Bayu dalam diskusi virtual Bisnis Sistem Transportasi di Tengah Pandemi, Sabtu (21/11).
Bisnis sistem pembayaran transportasi menggeliat sejak mandatori penggunaan uang elektronik untuk pembayaran tol. Hal ini mendorong operator mencari sistem pembayaran andal yang dapat mendukung operasional. Pada titik ini, perusahaan sistem pembayaran membantu operator menjalankan bisnis secara efisien, mencegah terjadinya fraud, dan memperlancar arus keluar masuk kendaraan.
Bayu menawarkan sistem pembayaran jalan tol yang lengkap mulai dari automatic vehicle classification (AVC), loop vehicle sensor, collecting terminal machine, infra merah, palang atau lane barrier system, electronic toll collection (ETC), CCTV, variable message sign (VMS), hingga plate recognition. Sistem pembayaran Delameta sudah dipasang di 21 ruas tol, seperti Jagorawi, Jakarta-Tangerang, dan Balikpapan-Samarinda.
Bayu menuturkan, mayoritas perangkat itu diproduksi sendiri Delameta di pabrik Pulogadung, Jakarta. Kapasitas produksi pabrik itu mencapai 400 unit per tahun. Sementara itu, kompetitor mengimpor dari luar negeri kemudian merangkai perangkat-perangkat itu menjadi sebuah sistem. Dengan demikian, Delameta memiliki keunggulan, lantaran membangun sistem dengan perangkat sendiri.
Bayu menilai, sistem pembayaran transportasi akan naik lebih kencang jika sistem fee base income diterapkan. Sebab, dalam skema ini, operator tidak perlu berinvestasi lagi di sistem pembayaran, melainkan dipasok oleh perusahaan seperti Delameta. Operator tinggal membagi hasil operasional tol dengan perusahaan sistem pembayaran. "Kami sedang menjajaki skema ini dengan beberapa operator tol," tuturnya.
Bayu menambahkan, bisnis sistem pembayaran transportasi juga telah merambah pelabuhan. Delameta kini menyediakan sistem pembayaran akses (gate pass) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sistem ini terdiri atas reader, AVC sensor, automatic lane barrier (ALB), customer display panel (CDB) yang menampilkan tarif, golongan, dan sisa saldo, lalu CCTV lajur.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit menegaskan, bisnis jalan tol tahan (resilience) dari dampak pandemi Covid-19. Buktinya proses pemulihan sektor ini sangat cepat. Selain itu, BUMN tol, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) masih mencetak untung semester I tahun ini dan diprediksi berlanjut hingga akhir tahun.
Ada dua hal yang menjadi perhatian BPJT selama pandemi Covid-19. Pertama, keyakinan konsumen bahwa jalan tol masih aman digunakan. Apalagi, sejumlah rest area sudah menerapkan protokol kesehatan ketat. Kedua, dari sisi keyakinan investor, bahwa sektor jalan tol bisa pulih dengan cepat.
Danang menyambut baik kehadiran perusahaan teknologi seperti Delameta yang memberikan solusi pembayaran transportasi. Ini sejalan dengan tahap empat era pengembangan jalan tol, yakni transformasi inovasi dan modernisasi (TIM). “Kami sangat welcome dengan perusahaan yang memberika solusi teknologi. Semakin banyak dan kompetitif, semakin baik,” katanya.
Plt. Anggota BPJT Unsur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mahbullah Nurdin menegaskan, trafik jalan tol memang sempat turun tajam pada April-Juni 2020 berkisar 50-60 persen. Bahkan, di beberapa ruas, penurunan mencapai 80 persen. Namun, memasuki November 2020, trafik sudah mendekati level normal, yakni 90%. Di tol JORR, trafik sudah normal.
Dia menambahkan, pembangunan jalan tol masuk sasaran utama pembangunan infrastruktur 2020-2024. Jalan tol masuk klaster infrastruktur ekonomi, dengan target waktu tempuh jalan utama pulau sekitar 2,2 jam per 100 km. Selama 2020-2024, dia menerangkan, pemerintah menargetkan pembangunan tol baru mencapai 2.000 km dan jalan nasional baru 2.500 km.
Menurut Nurdin, transformasi bisnis jalan tol di Indonesia terdiri atas empat tahap. Pertama, inisiasi yang dimulai pada 1978-2005, lalu konsolidasi 2005-2014, akselerasi 2014-2019, dan TIM pada 2019-2014.