EKBIS.CO, JAKARTA – Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksikan, tingkat penyerapan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai akhir tahun hanya berada di level 67,8 persen dari pagu Rp 695,2 triliun. Artinya, ada 32,2 persen atau sekitar Rp 223,8 triliun sisa anggaran yang tidak tersalurkan ke program-program.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, proyeksi tersebut dihitung dengan melihat realisasi anggaran PEN yang belum mencapai 60 persen. Padahal, pemerintah hanya memiliki waktu kurang dari dua bulan untuk mencairkannya.
"Ini harus menjadi catatan ketika semua berharap PEN dapat menyelesaikan permasalahan pemulihan ekonomi," tuturnya dalam Webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021: Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi, Senin (23/11).
Menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penyerapan anggaran PEN hingga 18 November mencapai Rp 408,61 triliun atau 58,7 persen dari pagu. Pertumbuhan penyerapan rata-rata setiap bulan sekitar 31,9 persen.
Selain penyerapan yang masih rendah, Tauhid juga menilai, PEN kurang efektif dalam mendorong konsumsi rumah tangga. Hal ini terlihat dari pertumbuhannya pada kuartal ketiga yang masih negatif empat persen, sekaligus menjadi penyumbang terbesar kontraksi pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.
Tauhid menyebutkan, data itu menggambarkan adanya permasalahan mendasar pada program perlindungan sosial dalam PEN. Baik itu dari sisi skemanya ataupun jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. "Kebutuhan konsumsi masyarakat sebenarnya lebih tinggi, jadi bantuannya tidak setara," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Ubaidi S Hamidi mengatakan, beberapa program di sisi demand sudah terserap di 100 persen. Di antaranya Program Keluarga Harapan dan Kartu Prakerja. Sedangkan, sejumlah bantuan dari sisi supply memang baru tersalurkan pada bulan ini seperti subsidi gaji.
Dari enam klaster PEN, perlindungan sosial mencatatkan realisasi paling tinggi dengan tingkat penyerapan hingga pekan lalu sudah mencapai 82,4 persen atau Rp 193,07 triliun. Pasalnya, sebagian besar program dalam klaster ini sudah terserap 100 persen.
Hanya saja, Ubaidi menjelaskan, memang masih ada beberapa program yang menunjukkan realisasi rendah. Sebut saja bantuan subsidi gaji guru honorer Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan subsidi kuota internet Kemendikbud yang masing-masing baru terserap 18 persen dan 34 persen.
Ubaidi menjelaskan, hal ini dikarenakan dua program tersebut didesain ketika memasuki kuartal ketiga. "Mudah-mudahan sampai akhir tahun bisa disburse secara maksimal," ujarnya.