EKBIS.CO, JAKARTA -- Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat mengeluhkan kenaikan harga day old chicken (DOC) atau bibit ayam dan pakan dalam sebulan terakhir. Kenaikan itu merugikan usaha peternak lantaran tidak sebanding dengan hasil penjualan ayam siap potong.
Ketua Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat, Alvino, mengatakan, di tengah situasi resesi, para peternak semestinya mendukung langkah pemerintah untuk menggerakkan ekonomi desa. Salah satunya, dengan beternak agar masyarakat memiliki alternatif pekerjaan dan tidak perlu terjadi urbanisasi ke kota-kota.
Namun, pada realitanya, proses beternak saat ini memiliki masalah besar. Alvina mengatakan, hingga akhir 2020, harga ayam hidup masih tertekan di bawah biaya produksi. "Penyebabnya adalah harga sarana produksi ternak jauh lebih tinggi dari pada harga panen ayam (livebird)," kata Alvino dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/12).
Ia mengatakan, harga DOC saat ini dihargai Rp 7.000 - Rp 7.500 per ekor oleh perusahaan pembibit. Sementara, harga pakan menapai Rp 7.000 - Rp 7.200 per kilogram. Harga pakan, kata Alvino, cenderung naik Rp 250 per kg sejak bulan lalu. Adapun, harga livebird, seperti di wilayah Bogor, Jawa Barat hanya Rp 16.000 - Rp 16.500 per kg.
Padahal, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, harga penjualan livebird diatur Rp 19.000 - Rp 21.000 per kg. Adapun harga DOC dipatok antara Rp 5.000 - Rp 6.000 per kg dan harga pakan Rp 6.800 - Rp 7.000 per kg.
"Adanya Permendag itu, ternyata telah dilanggar oleh perusahaan pembibit dan pabrik pakan. Kami menuntur Menteri Perdagangan untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan integrator yang secara sengaja menaikkan harga karena tidak sebanding dengan harga panen ayam hidup yang kami terima," katanya.
Alvino menambahkan, turunnya harga diperparah oleh oversuplai ayam sehingga berimbas pada anjloknya harga. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 telah detail mengatur pengendalian supply dan demand, namun menurut Alvino, beleid itu tidak diindahkan.
Ia mengatakan, perusahaan sengaja memproduksi DOC sebanyak-banyaknya sehingga produksi livebird membanjiri pasar tradisional. Sementara itu, dalam upaya menurunkan pasokan, Kementan telah banyak menerbitkan surat edaran kepada perusahaan pembibit.
Namun, menurutnya, edaran itu tidak efektif lantaran pemerintah tidak kuat dalam hal pengawasan. "Untuk efektivitas, solusinya adalah transparansi data. Ini sangat penting untuk diketahui publik," kata dia.
Alvino menyatakan, para peternak menuntut Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Presiden tentang Perlindungan Peternak Rakyat. Ia pun menuntut Kementerian Perdagangan agar menindak tegas perusahaan integrator yang nakal dan menunutut perusahaan untuk tidak menaikkan harga pakan.