Kamis 10 Dec 2020 17:56 WIB

Pakar Sebut Industri Syariah Kian Progresif

Kinerja ekonomi syariah 2019 secara umum tumbuh mencapai 5,72%.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Ilustrasi Ekonomi Syariah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Ekonomi Syariah

EKBIS.CO,  JAKARTA– Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi tinggi untuk mengembangkan sektor ekonomi syariah. CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan, sektor ekonomi syariah meliputi banyak industri seperti perbankan syariah, keuangan nonbank, pasar modal, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, halal food, fashion dan masih banyak lagi. 

"Berdasarkan laporan The State of The Global Islamic Economy 2020, Indonesia kini berada di posisi ke-4, meningkat dari posisi ke-5 di tahun 2019 dan tahun sebelumnya yang menempati posisi ke-10," kata dia di Jakarta, Kamis (10/12)

Indonesia juga disebut memimpin dalam hal jumlah kesepakatan investasi yang diperoleh di seluruh sektor ekonomi Islam yang tercakup dalam laporan tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi kabar baik di tengah perjuangan ekonomi melawan dampak Covid-19. 

Semua industri mengalami berbagai macam tantangan krisis yang luar biasa di tengah wabah pandemi, meskipun demikian berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah 2019 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, kinerja ekonomi syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan PDB nasional yakni dengan pertumbuhan mencapai 5,72%. Bank Indonesia, kata dia, menyebutkan bahwa ekonomi syariah menunjukkan kinerja yang berdaya tahan pada 2019 dengan potensi besar yang untuk terus berkembang ke depan, termasuk dapat turut mendukung upaya menghadapi dampak pandemi Covid-19. Pangsa pasar syariah yang besar dan terus bertumbuh di Indonesia adalah modal penting dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional sebagai salah satu motor penggerak perekonomian.

"Salah satu langkah pemerintah untuk memperkuat kelembagaan keuangan syariah di dalam negeri adalah dengan melakukan merger tiga bank umum syariah anak usaha BUMN yakni Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah, di mana BRI Syariah lah yang akan menjadi surviving entity dalam penggabungan ini," kata dia.

Menurut hasil survey Moody’s Investors Service, total aset leburan ketiga bank ini akan mencapai 2% dari total aset seluruh perbankan di Indonesia. Merger yang diharapkan dapat selesai pada Februari 2021 ini akan menciptakan bank terbesar nomor tujuh di Indonesia dari segi aset.

"Sehingga, seperti dikutip dari pernyataan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Hery Gunardi diharapkan penetrasi aset Syariah dibandingkan aset perbankan umum yang saat ini tergolong rendah yaitu di 8.5%-9% dapat terdorong naik seperti negara dengan populasi muslim yang tinggi seperti Malaysia dimana penetrasi perbankan syariah hampir 40%-50% dan Timur Tengah mencapai 80%-90%," ujar dia.

Dia berpendapat, penggabungan tiga bank syariah ini merupakan langkah besar untuk memperkuat ekonomi syariah di Indonesia dari segi model, aset, maupun produk dan layanan. Hal ini, kata dia, tentunya dapat memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan prinsip syariah. 

"Sistem perekonomian syariah dapat menjadi alternatif dari sistem perbankan konvensional karena sistem ini mempunyai daya resistansi yang cukup kuat terhadap krisis keuangan global seperti sekarang. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia selanjutnya bisa menjadi pelopor ekonomi syariah dunia," ujar dia.

Johanna mengatakan, sektor ekonomi syariah lainnya yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri produk halal. Bagi pengusaha, sertifikasi halal bisa dijadikan daya tarik pembeli agar lebih aman saat mengonsumsi produk. Sedangkan bagi konsumen, label halal menolong mereka merasa aman dan tenang dalam menjatuhkan pilihan untuk produk yang akan dikonsumsi. 

"Industri halal Indonesia diharapkan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dimana pada tahun 2018, menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Indonesia sudah membelanjakan sekitar US$ 214 miliar untuk produk makanan dan minuman halal yang menjadikan Indonesia sebagai konsumen terbesar dibanding negara muslim lainnya dan menandakan besarnya potensi pasar produk halal dalam negeri," kata dia.

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan pernyataan dari Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Bank Syariah Indonesia, Anwar Bashori, pada Juli 2020, ekspor neto produk halal Indonesia mencapai 1,61 miliar dolar AS, tertinggi selama 2 tahun terakhir. Transaksi produk halal di e-commerce juga terus meningkat, hal tersebut menandakan prospek bisnis syariah yang cukup menjanjikan di tengah Covid-19 melalui pemanfaatan teknologi digital.

Maraknya kosmetik halal, munculnya berbagai model hijab, serta aplikasi smartphone yang dapat menyediakan fitur Al-Quran digital menunjukkan eksistensi industri halal yang semakin dinikmati masyarakat. Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar menyatakan, banyak perusahaan besar yang bergerak di industri kosmetik, makanan dan minuman, finance, fashion, serta travel yang akhirnya menghadirkan produk halal karena terbukti menambah penjualan produk yang dihasilkan. 

“Ekonomi syariah sangat luas dan tidak terbatas pada industri keuangan syariah saja, sektor riil atau bidang produksi barang juga tercakup di dalamnya. Potensi perkembangan ekonomi syariah masih sangat tinggi dan sangat didukung dengan tingkat kesadaran masyarakat muslim Indonesia saat ini terhadap konsumsi barang dan jasa halal, di tengah resesi yang melanda ekonomi syariah bisa menjadi sebuah kesempatan dan peluang bagi pelaku usaha,” kata Johanna.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement