EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan transmisi kebijakan penurunan suku bunga acuan akan berlanjut pada 2021. Hal tersebut karena kegiatan ekonomi mulai menggeliat didukung rencana vaksinasi Covid-19.
"Dengan begitu diharapkan permintaan kredit akan meningkat. Kalau meningkat, risiko kredit mulai terkelola lebih baik dan bunga kredit perbankan akan berlanjut penurunannya," kata Josua Pardede saat dihubungi di Jakarta, Senin (14/12).
Bank Indonesia (BI) sebelumnya menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020 sehingga total selama 2020 suku bunga acuan diturunkan 125 basis poin.
Josua menambahkan penurunan suku bunga acuan selama 2020 sudah direspons dengan penurunan bunga pasar uang antarbank (PUAB) mencapai 3,29 persen pada Oktober 2020.
Kemudian, lanjut dia, sejumlah perbankan juga melakukan transmisi dengan menurunkan suku bunga deposito setelah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat bunga penjaminan menjadi 4,5 persen.
Tak hanya itu, lanjut dia, perbankan juga melakukan penyesuaian marjin yang mengalami tren penurunan tahun 2020.
Dia menjelaskan meski suku bunga acuan BI menurun hingga menjadi 3,75 persen, namun perbankan masih memitigasi risiko kredit sehingga penurunan suku bunga kredit tidak langsung cepat.
Meski demikian, ia menilai pada periode September-Oktober 2020 suku bunga kredit bank rata-rata di bawah 10 persen terutama suku bunga modal kerja dan investasi. Sedangkan suku bunga kredit untuk konsumtif, ia mengakui masih terbilang tinggi.
Berdasarkan data dari BI, suku bunga deposito dan kredit modal kerja mencapai 4,93 persen dan 9,38 persen pada Oktober 2020. Perbankan hanya menurunkan 0,06 persen untuk suku bunga kredit modal kerja jika dibandingkan September 2020 yang mencapai 9,44 persen.
Sedangkan, bunga deposito turun 0,25 persen yang sebelumnya mencapai 5,18 persen pada September 2020.
"Dengan adanya vaksin, kegiatan ekonomi sudah kembali menggeliat lagi, nanti ada permintaan kredit modal kerja dan konsumsi serta investasi yang akan membatasi kenaikan risiko kredit," katanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara tahunan penyaluran kredit hingga September 2020 mencapai Rp 5.531 triliun atau hanya tumbuh 0,12 persen. Rendahnya penyaluran kredit itu, lanjut dia, karena lemahnya permintaan akibat daya beli masyarakat yang berkurang akibat dampak pandemi Covid-19.