EKBIS.CO, JAKARTA -- Pergerakan kenaikan harga komoditas telur dan daging ayam ras di peternak dan pedagang pasar dinilai tidak sebanding. Kenaikan harga di peternak dinilai cukup landai bahkan stabil, namun kenaikan harga di tingkat hilir jauh lebih cepat.
Kepala Bidang Harga Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Inti pertiwi, mengatakan transmisi harga dari peternak ke pasar tidak begitu seimbang. Sekalipun terdapat penurunan harga telur dan daging ayam ras di peternak, rata-rata harga di pasar pun cenderung stabil.
"Kami juga masih mempelajari kenapa transmisi harga ini tidak simetris antara hulu dan hilir. Kenaikan harga di peternak tidak setinggi di konsumen," kata Inti kepada Republika, Rabu (16/12).
Berdasarkan proyeksi Badan Ketahanan Pangan, baik harga telur maupun daging ayam ras di tingkat konsumen akan akan terus mengalami kenaikan hingga Januari mendatang. Fluktuasi harga menunjukkan konsisten mengalami peningkatan. Itu disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan karena bertepatan dengan momen Natal dan Tahun Baru serta liburan sekolah.
Adapun kenaikan harga di peternak dinilainya sebagai dampak dari pemangkasan produksi untuk meningkatkan harga di tingkat peternak pascakejatuhan harga dua tahun terakhir. Hal itu akhirnya turut berdampak pada kenaikan harga di konsumen.
Hingga Rabu (16/12), rata-rata rata-rata harga telur ayam ras secara nasional di pasar tradisional dihargai Rp 28.200 per kilogram (kg). Tren harga telur terus meningkat dari akhir pekan lalu yang sebesar Rp 27.500.
Adapun, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, acuan telur sebesar Rp 24 ribu per kg.
Sementara itu, harga ayam secara nasional dihargai Rp 36.450 per kg naik dari akhir pekan lalu sebesar Rp 34.600 per kg. Acuan harga ayam diatur pemerintah sebesar Rp 35 ribu per kg.
Sementara itu, rata-rata harga telur dan daging ayam ras di tingkat peternak pada pekan ini berdasarkan Panel Harga Kementan masing-masing Rp 22.459 per kg dan 26.174 per kg. Tren harga tersebut justru stabil atau tidak mengalami kenaikan dibanding pekan lalu.
Meski demikian, Inti mengatakan, kemungkinan adanya permainan harga di tingkat hilir tidak terjadi. "Sepertinya tidak, karena telur dan ayam itu barang cepat rusak. Kenaikan ini memang karena ada permintaan di hilir yang banyak dan di hulu yang produksinya dikurangi meskipun transmisi harganya tidak simeteris," ujarnya.