Jumat 18 Dec 2020 14:09 WIB

Milenial akan Jadi Kekuatan Bank Syariah Indonesia

HIPMI menyebut kekuatan milenial dan digital akan menopang Bank Syariah Indonesia

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rabu Hijrah bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Studi Ekonomi islam (FoSSEI) menggelar Diskusi Internasional dengan tema Karpet Merah Bank Syariah Indonesia. Adapun pembicara pada diskusi kali ini adalah Iman Sastra Mihajat, Oman Arab Bank; Wahyu Jatmiko, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) United Kingdom; Kindy Miftah, Young Islamic Bankers; Hendro Wibowo, Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI); dan Arief Rosyid Hasan, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Foto: FOSSEI
Rabu Hijrah bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Studi Ekonomi islam (FoSSEI) menggelar Diskusi Internasional dengan tema Karpet Merah Bank Syariah Indonesia. Adapun pembicara pada diskusi kali ini adalah Iman Sastra Mihajat, Oman Arab Bank; Wahyu Jatmiko, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) United Kingdom; Kindy Miftah, Young Islamic Bankers; Hendro Wibowo, Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI); dan Arief Rosyid Hasan, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai pusat Ekonomi Syariah dunia, pemerintah, melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan penggabungan (merger) tiga Bank Syariah BUMN, yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri. Pada tanggal 11 Desember lalu, ketiga bank ini resmi ditetapkan menjadi PT Bank Syariah Indonesia dengan harapan akan memiliki modal besar yang nantinya bisa naik kelas menjadi Bank Buku IV.

Melihat momentum baik ini, Rabu Hijrah bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Studi Ekonomi islam (FoSSEI) menggelar Diskusi Internasional dengan tema “Karpet Merah” Bank Syariah Indonesia. Diskusi ini diselenggarakan secara virtual pada Rabu, (16/12), tepat satu hari setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT BRISyariah yang menyetujui penggabungan, persetujuan rancangan penggabungan, persetujuan akta penggabungan, persetujuan perubahan anggaran dasar, dan persetujuan susunan Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah Bank Hasil Penggabungan.

Adapun pembicara pada diskusi kali ini adalah Iman Sastra Mihajat, Oman Arab Bank; Wahyu Jatmiko, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) United Kingdom; Kindy Miftah, Young Islamic Bankers; Hendro Wibowo, Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI); dan Arief Rosyid Hasan, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Merupakan suatu kebanggaan bagi Rabu Hijrah dan FoSSEI bahwa di diskusi kali ini dapat berkolaborasi dengan tokoh-tokoh Syariah Indonesia yang berkarya di mancanegara.

Sesuai arahan Menteri BUMN, Erick Thohir, terkait merger Bank Syariah milik BUMN untuk penguatan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Arief Rosyid Hasan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang membuka diskusi mengatakan, merger Bank Syariah ini sudah diwacanakan sejak 2015. Merger Bank Syariah ini merupakan langkah yang monumental dan bersejarah, bukan hanya bagi masa depan perbankan Syariah di Indonesia tapi juga di dunia. 

Selain itu, Arief juga menambahkan bahwa, faktor lain yang akan mendukung akselerasi kemajuan Bank Syariah Indonesia adalah kekuatan milenial baik di dalam maupun struktur tersebut. "Di samping itu, kita juga perlu terus mengembangkan potensi bank digital, yang saya sebut dengan Bank 5.0. Sudah saatnya dua elemen ini bersinergi dan mendukung kemajuan ekonomi Syariah kita.”

Dalam kesempatan ini, Iman Sastra Mihajat dari Oman Arab Bank menyampaikan potensi merger Bank Syariah Indonesia di kancah global. Menurut Iman, Indonesia sangat berpotensi untuk mengejar Top 10 Bank Syariah dunia apabila pemerintah menaruh fokus di situ. “Jika Indonesia ingin masuk ke dalam Top 10 Bank Syariah dunia, tidak bisa berhenti di merger ketiga bank Syariah. Perlu ada konversi salah satu bank konvensional BUMN menjadi bank Syariah. Saya melihat langkah ini sangat positif. Merger ketiga bank Syariah milik Himbara ini sudah masuk ke radar global, tinggal bagaimana kita memainkannya di pasar global nanti,” ucap dia.

Terkait hal ini, Wahyu Jatmiko dari Masyarakat Ekonomi Syariah United Kingdom mengungkapkan dari perspektif United Kingdom, ada hal yang unik dan relevan, yaitu concern terhadap aspek sustainability. Di United Kingdom sendiri, bank tidak melakukan benchmark dan tidak menganggap bank konvensional sebagai kompetisi. 

"Hal ini dikarenakan, bank di sini (United Kingdom) tidak hanya melihat dari segi Islam tetapi juga etik,” ujar dia.

Di sisi lain, Hendro Wibowo dari Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) menambahkan, memang saat ini dari hasil merger ketiga bank Syariah ini belum bisa mencapai bank Buku IV, namun ia yakin dalam dua-tiga tahun kedepan bisa mencapai bank buku IV. "Di sisi lain, saya berharap, Bank Syariah Indonesia nantinya tidak menjadi predator dari bank Syariah lainnya. Sebaliknya, merger ini membawa efisiensi dan menggarap sektor yang belum tersentuh,” ucap dia.

Salah satu yang menjadi konsentrasi Bank Syariah Indonesia maupun bank Syariah pada umumnya adalah keberpihakan kepada UMKM. Menanggapi hal ini, Kindy Miftah, Young Islamic Bankers menyampaikan, “Menjadi krusial bagi Bank Syariah Indonesia untuk memiliki produk Pembiayaan Rekening Koran Syariah untuk memberikan kemudahan bagi UMKM di Tanah Air.”

Pada akhirnya, bersatunya bank Syariah milik BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia diharapkan bisa selalu menjunjung semangat keberpihakan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat. Bukan hanya sekedar narasi namun dengan aksi. Secara jangka panjang, sinergi yang dibangun melalui Bank Syariah Indonesia niscaya dapat mewujudkan Indonesia menjadi pemimpin dalam ekonomi dan industri keuangan Syariah di skala global. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement