EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga komoditas telur ayam ras terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Puncak kenaikan harga baik di produsen maupun konsumen diperkirakan akan terjadi pada akhir bulan ini.
Presiden Peternal Layer Nasional, Musbar Mesdi, mengatakan, terdapat sejumlah penyebab naiknya harga telur ayam pada tahun ini. Namun, secara umum, tidak terlepas dari dampak pandemi virus corona yang masih berlangsung.
Dari sisi permintaan, Musbar mengatakan konsumsi pada tahun ini cenderung meningkat. "Di era pandemi dan work from home, konsumsi per kapita naik menjadi 4 kg, dari 14,7 kg per kapita menjadi 18,7 kg per kapita. Ini diluar ekspektasi," kata Musbar melalui penjelasan tertulisnya kepada Republika.co.id, Ahad (20/12) malam.
Selain permintaan, harga bibit ayam layer juga menjadi penyebab mahalnya telur ayam. Saat ini kata dia, harga day old chicken (DOC) layer menyentuh di atas Rp 17.000 per ekor.
Ia mengatakan kenaikan harga secara perlahan sudah terjadi sejak 2018 lalu. Di mana, saat itu harga DOC hanya di kisaran Rp 6.000 - Rp 7.000 per ekor dan terus merangkak naik hingga saat ini.
Dengan kata lain, selama tahun 2020, terdapat kenaikan biaya pemeliharaan DOC umur satu hari hingga 14 minggu sebesar 40 persen. "Di mana, hal ini tidak sepenuhnya disadari oleh tim Dirbitpro (Direktorat Perbibitan dan Produksi Kementan) maupun oleh timnya," kata dia.
Musbar mengatakan, pihaknya sejak 2019 telah meminta rekomendasi impor indukan ayam layer dinaikkan 5.000 ekor. Namun, belum disetujui lantaran pemerintah memiliki permintaan lain.
Ia mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 memang menjadi musibah terhadap situasi harga pangan. "Namun, jika kenaikan harga DOC layer pada 2018 lalu bisa dievaluasi dengan baik, kondisi 2020 tidak akan separah ini karena saya berkeberatan kalau peternak layer dipersalahkan. Tugas kami hanya pelihara ayam, regulasi diambil pemerintah," ujarnya.
Adapun pemicu terakhir yakni kenaikan harga pakan unggas. Menurut Musbar, harga bahan baku pakan impor seperti soy bean meal dan meat and bone meal terus meningkat. Saat ini, kata dia, kenaikan sudah menyentuh 40 persen.
"Itu semua menjadi catatan bahwa kita semua sebetulnya lemah sekali mengamankan kebutuhan pangan sumber protein unggas bagi kebutuhan masyarakat," ujarnya.