EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong bangsa Indonesia secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil ke energi terbarukan. Ma'ruf menjelaskan, ini bagian upaya mengurangi ketergantungan energi fosil yang sebagian besarnya berasal dari impor
Wapres mencontohkan, sumber energi utama yang digunakan untuk memasak sebagian besar rumah tangga di Indonesia yakni LPG, lebih dari 70 persen diimpor.
"Ketergantungan kita terhadap energi fosil yang diimpor harus secara bertahap diganti dengan energi yang bersumber dari energi terbarukan yang tersedia secara lokal," kata Ma'ruf saat hadir secara virtual dalam Dies Natalis ke-5 Universitas Pertamina, Senin (1/2).
Ma'ruf menyebut, dari data Dewan Energi Nasional (DEN), bauran energi primer nasional tahun 2019 sebesar 37,15 persen dari batubara; 33,58 persen dari minyak bumi; 20,13 persen dari gas bumi dan 9,15 persen dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Karena itu, kata Ma'ruf, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan menjadi salah satu program prioritas Pemerintah saat ini.
Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan pada tahun 2025 sebesar 23 persen dan terus ditingkatkan sampai 31 persen tahun 2050. "Namun saat ini kita masih jauh dari target tersebut, karena pemanfaatan energi baru terbarukan saat ini masih berada di kisaran 9,15 persen," katanya.
Ma'ruf pun menilai perlunya Indonesia belajar dari pengalaman beberapa negara yang telah sukses dalam pemanfaatan energi baru terbarukan. Salah satunya, Jerman, bauran energi primer dari Energi Baru Terbarukan telah mencapai 85 persen dari energi nasionalnya.
Sebagian besar Energi Baru Terbarukan di Jerman merupakan energi dari tenaga urya, angin, sampah biomassa, dan hidro-elektrik. Menurut Wapres, keberhasilan Jerman ini tidak lepas dari riset, inovasi dan investasi dari Pemerintah Jerman yang menyatakan bahwa tahun 2050 semua energi berasal dari energi hijau dan bersih.
Sedangkan Indonesia, lanjut Ma'ruf, potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia juga cukup besar, terutama dari energi Surya, angin dan hidro-elektrik. Apalagi, posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, juga memiliki potensi energi surya berlimpah.
Namun, Maruf mengakui semua potensi tersebut belum dikelola secara maksimal, mulai dari penggunaan energi surya, energi angin dan hidro-elektrik yang belum banyak dimanfaatkan sektor industri atau perumahan.
Karena itu, ia menekankan selain investasi, perlu juga riset dan inovasi untuk industri energi Indonesia. Ia pun berharap peran perguruan tinggi khususnya Universitas Pertamina dalam mengembangkan riset dan inovasi di bidang energi.
"Target bauran energi dengan energi terbarukan pada tahun 2025 tidak akan tercapai jika riset dan inovasi tidak turut serta ditingkatkan," ungkap Ma'ruf.